Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Lelaki Fatamorgana

Gambar
Rachel merasakan hadirnya lelaki bertoksedo hitam yang ia harapkan setiap musim gugur.  Kala itu purnama, di bawah pohon mapple, di atas kursi kayu yang dingin kerena usai dibasahi embun, ia menikmati alunan biola lelaki yang sempat menemani seperempat hidupnya. Ia menatapinya penuh rindu. Late Autumn dari biolanya pun kali ini yang mengalun dari dawai-dawai biola coklat kayu pemebriannya kepada lelaki itu.  Kehadiran lelaki itu merekahkan hatinya, tapi tetap saja ia masih penuh kesedihan berlimpah. Ia ingin mendekap lelaki itu, namun setiap ia mendekapnya, lelaki itu selalu lenyap bersama angin musim gugur.  Ia kalut, lalu ia melepas ruh dari badannya yang sudah lama seperti tak bernyawa. Setelahnya, ia mendapat impiannya, memeluk lelaki fatamorgana itu.

Aku, Saskia, dan Anak-Anak Korban Banjir Bandang

Gambar
            Aku terus menapaki jembatan sungai Bahorok.   Menapaki tanah-tanah pinggiran lereng gunung Leuser seorang diri. Hari ini, Bahorok begitu riak dan suasana di sekitar begitu memesona. Udaranya segar sekali karena pagi tadi hujan membasahi tetumbuhan sekitar.   Aku terus menelusuri jalanan setapak menuju Bad Cave sambil melekatkan earphone di daun telingaku. Setahun yang lalu aku menelusuri gua yang penduduk setempat menyebutnya Gua Kampret ini bersama rombongan pecinta alam. Kaki gunung Leuser memang dikelilingi banyak gua. Jarak dari penginapan Bukit Lawang juga tidak terlalu jauh. Sesekali aku menghentikan langkah, mengingat-ingat jalur jalanan setapak menuju Bad Cave. Di tengah perjalanan itu, berulang kali kupotret tetumbuhan yang baru pertama kali kulihat dan hewan-hewan yang bersuara seolah mengiringi perjalananku. Aku suka melipir. Dengan melipir seperti ini aku lebih leluasa menikmati suasana, bebas melakukan apapun yang kusuka.           Sial, aku ta

Penakluk Ombak

Gambar
Aku meyakini, sejauh kaki ini melangkah, sejauh itu pula aku   memaknai hidup ini. Karena di setiap langkah kaki itu, aku menemukan sosok-sosok yang penuh pengalaman inspiratif. Pengalaman mereka yang mengajariku memahami hidup ini, yang begitu berarti. Kepalaku benar-benar puyeng. Perutku pun ikut mual. Badanku terasa bergoncang-goncang. Bukan karena masuk angin atau prustasi setelah putus cinta, tapi karena aku berada di atas kapal kayu yang sedang bertarung dengan ombak di tengah Selat Malaka. Kalau harus memilih mendingan mendaki gunung Sinabung ketimbang mengarungi lautan dengan kapal kayu yang kuragukan kekuatannya. Mungkin karena baru pertama kali tergoncang-goncang di atas kapal dengan durasi selama ini, hampir dua jam. Meskipun situasi mabuk laut, aku dan teman-temanku tetap menikmati perjalanan menuju Pulau Berhala. Saat di perjalanan, aku tak mau mengasihani tubuh seperti teman-temanku; tidur bertendakan terpal. Aku memisahkan diri dari mereka, menuju ke bagian bel

Penakluk Ombak

Aku meyakini, sejauh kaki ini melangkah, sejauh itu pula aku   memaknai hidup ini. Karena di setiap langkah kaki itu, aku menemukan sosok-sosok yang penuh pengalaman inspiratif. Pengalaman mereka yang mengajariku memahami hidup ini, yang begitu berarti. Kepalaku benar-benar puyeng. Perutku pun ikut mual. Badanku terasa bergoncang-goncang. Bukan karena masuk angin atau prustasi setelah putus cinta, tapi karena aku berada di atas kapal kayu yang sedang bertarung dengan ombak di tengah Selat Malaka. Kalau harus memilih mendingan mendaki gunung Sinabung ketimbang mengarungi lautan dengan kapal kayu yang kuragukan kekuatannya. Mungkin karena baru pertama kali tergoncang-goncang di atas kapal dengan durasi selama ini, hampir dua jam. Meskipun situasi mabuk laut, aku dan teman-temanku tetap menikmati perjalanan menuju Pulau Berhala. Saat di perjalanan, aku tak mau mengasihani tubuh seperti teman-temanku; tidur bertendakan terpal. Aku memisahkan diri dari mereka, menuju ke bagian bel