SANG NAVIGATOR MORAL KEILMUAN (Biografi Prof. Dr. H. Syafaruddin, M.Pd.)
Oleh Romi Aswandi Sinaga
Prof.
Dr. Syafaruddin M.Pd., lahir di Asahan-Sumatera Utara, 16 Juli 1962 tepatnya di desa Padang
Mahondang Pulau Rakyat. Beliau adalah putra kedua dari delapan bersaudara pasangan bapak Mahmud Siahaan dan Ibu Nurhani Siregar. Lahir
dari keluarga karyawan PT. Socfindo, Perkebunan Aek Loba Divisi Padang Pulau, dan
juga keluarga petani. Ayahnya yang karyawan juga bertani dalam usaha memenuhi
pendidikan anak-anaknya untuk bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan
tinggi.
Pendidikan Sang Pendidik
Pak
Syafar begitu panggilan akrabnya, menyelesaikan
Sekolah Dasar tahun 1975 di SD Padang Pulau Asahan. Saat mengenyam
pendidikan di SD tersebut, dia rajin membantu orang tuanya bertani dan
berdagang kecil-kecilan. Dia berasal dari keluarga karyawan dengan banyak
tanggungan dan penghasilan hidupnya pas-pasan. Dari hal ini, dia belajar
bersungguh-sungguh dan berkeyakinan teguh bahwa dengan bekerja keras semua
usaha akan tercapai sehingga dia tetap berusaha melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Akhirnya
usahanya tidak sia-sia, walaupun orang tuanya terhimpit urusan ekonomi, tetapi
dia berhasil melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Swasta Pulau Rakyat (tamat tahun 1979), dan menyelesaikan Madrasah Aliyah Swasta Pulau Rakyat di Kabupaten Asahan (tamat tahun 1982).
Keterbatasan, Motivasi untuk Maju
Pada
tahun 1982 setelah berjuang menimbah ilmu di kabupaten Asahan, dia memilih IAIN
SU di kota Medan untuk menjadi sarjana. Jurusan Pendidikan Agama Islam di
Fakultas Tarbiyah yang dia pilih. Banyak sekali pengalaman berharga yang dia
petik hikmahnya di masa perkuliahan.
Mengamalkan
ilmu sudah menjadi jati dirinya. Agar biaya hidup dan biaya sekolahnya
terpenuhi, sejak menduduki bangku SMA, dia sudah mulai mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Swasta
Pulau Rakyat Tua. Sedangkan saat kuliah dia mengajar mengaji anak-anak di
masjid. Situasi ekonomi keluarganya sedang krisis saat itu. Perusahaan tempat
ayahnya bekerja ada masalah sehingga ayahnya tidak mendapatkan gaji lembur,
uang makan, dan tunjangan lainnya.
Keadaan
semakin sulit karena pada saat itu bukan dia saja yang berkuliah, tetapi saudara laki-lakinya juga, imbasnya dia memang benar-benar sadar bahwa mengharap kiriman
uang dari orang tua itu tidak mungkin, jadi harus dicari sendiri.
Siapa
sangka, dia juga sempat berjualan roti keliling dengan sepeda keliling.
Modalnya juga tidak besar, hanya butuh sepeda dan stealing kecil yang diikat di
bangku belakang sepeda. Agar hemat biaya, dia membuatnya bersama temannya.
Padahal saat itu dia juga sudah mengajar di SMA Tugama Medan tahun 1986, tetapi
karena lokasinya jauh, gajinya habis untuk transportasi saja. Walalupun begitu
ada saja hikmah yang dipetiknya, sekiranya dengan mengajar saat kuliah, dia mendapatkan
pengalaman berharga yang dapat dijadikannya bekal masa depannya.
Setelah
setahun berkuliah, dia mendapatkan beasiswa Supersemar dari Yayasan Supersemar.
Dahulu beasiswa ini senilai Rp. 40.000 saja, namun terasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan kuliahnya. Selama 2 tahun berturut-turut dia mendapatkan beasiswa ini.
Dia
juga berprinsip kuat bahwa setiap perjuangan berat namun yang dia alami akan
berbuah manis. Yang teramat penting dia dapat meningkatkan intelektual dan
ekonomi keluarga. Hal ini yang memotivasinya untuk memiliki kehidupan yang
lebih baik daripada kondisi orangtua nya waktu itu.
Meskipun
keluarganya dari segi ekonomi biasa-biasa saja, akan tetapi diantara
karyawan-karyawan di tempat yang sama dengan ayahnya bekerja, hanya kaluarganya
yang banyak kuliah. Abangnya sendiri yang sempat kuliah saja yang tidak tamat
kuliah karena sakit, sementara adiknya adalah alumni Fakultas Ushuluddin IAIN SU
dan adiknya yang satu lagi adalah alumni Fakultas Tarbiyah UMSU.
Dia
juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Banyak hal yang dia
bangun sejak dia mengikuti organisasi ekstra ini. Dia mulai membangun
kredibilitas, peduli sesama, memudahkan orang lain dan memberi semangat
sehingga orang dilingkungannya merasa sosoknya adalah sosok yang sangat setia
kawan.
Mengabdi di IAIN SU
Kiprahnya di IAIN SU dimulai dari bawah. Setahun setelah tamat dari IAIN
SU, dia dipercaya menjadi asisten Drs. H. Fakhrurrozy Dalimunthe, M.A., yang
mengajarkan masa kuliah Filsafat Pendidikan Islam dan Sejarah Pendidikan Islam,
dari tahun 1988 sampai tahun 1990 di Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara.
Sejak tahun 1990 dia mencoba mendaftar sebagai CPNS. Hasilnya dia
diterima sebagai PNS dan staf ahli Rektor pada bagian Humas IAIN SU ketika itu
jabatan rektor diduduki oleh Brigjend Drs.H.A. Nazri Adlani. Kemudian dia resmi diangkat menjadi dosen dalam masa
kuliah Ilmu Pendidikan sejak tahun 1993.
Tidak
puas hanya menjabat posisi sebagai dosen, akhirnya dia memutuskan untuk
melanjutkan pendidikannya ke Universitas Negeri Padang (UNP) tahun 1997 dengan menerima beasiswa BPPS
dari Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional dalam program studi Administrasi pendidikan, yang kemudian meraih gelar Magister Pendidikan (M.Pd.)
pada PPS Universitas Negeri Padang
tahun 2000. Kemudian dia lulus mengikuti tes S3 di Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Namun karena
saaat itu sedang Krisis Moneter, dia memutuskan untuk memilih kuliah S3 di UNJ
saja. Pertimbangannya adalah supaya lebih praktis dan hemat biaya kalau
pulang-pergi Medan-Jakarta sebab pada saat itu dia berkuliah sambil bekerja
sebagai dosen. Akhirnya tahun 2008, dia menyandang gelar Doktor.
Ada beberapa jabatan yang diamanahkan kepadanya. Pada tahun 2000, dia telah menjabat sebagai Ketua Progam Studi Diploma II, Pendidikan Agama
Islam di Fakultas Tarbiyah IAIN SU. Pada tahun 2003 bertugas mengajar mata
kuliah Metodologi Penelitian pada Akademi Pengajian Dakwah Sungai Patani Kedah
Darul Aman Malaysia. Sejak tahun 2008 sampai 2011 dipercaya menjadi PD I Fakultas Tarbiyah IAIN
SU, kemudian beliau terpilih dan
diangkat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN SU masa
bakti 2011-2015.
Karena kegigihannya menulis buku atau karya ilmiah sebagai akademisi,
maka begitu tamat bulan maret 2008, dua bulan beikutnya dia mempromosikan
dirinya untuk menjadi Guru Besar ketika saat itu dia sudah berada pada posisi Lektor
Kepala dengan IV/C, dan tepatnya April 2009 dia diangkat sebagai Guru Besar
Ilmu Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara.
Sudah banyak pelatihan yang didikutinya dalam menunjang sepak terjang
kariernya. Dia pernah mengikuti
Latihan Orientasi Kehumasan
Departemen Agama di Jakarta tahun 1990, dan pada tahun 1993 mengikuti Pelatihan pengembangan Tenaga Edukatif (PPTE)
di IAIN Sumatera Utara. Selain itu, pak Syafar juga pernah mengikuti
Pelatihan Participatory Action Research (PAR) Di Solo tahun 2000, Pelatihan
Active Learning for School di Yogyakarta tahun 2011, dan Pelatihan Active
Learning for Higher Education tahun 2011 di Malang yang dilaksanakan USAID. Semasa mahasiswa mengikuti Basic Training, dan Intermediate
Training di HMI Cabang Medan. Kemudian sejak menjadi mhasiswa dia
sempat menduduki posisi sebagai
Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Fakultas Tarbiyah IAIN SU
(1985), dan Lembaga Dakwah Islam Divisi
Pendidikan HMI Cabang Medan (1986),
Pengurus Pembina Iman Tauhid Islam (PITI) Sumatera Utara (1987). Aktif juga sebagai Ketua Penyunting Jurnal Tarbiyah IAIN SU
(2004), Wakil Sekretaris Jenderal DPP
Al-Ittihadiyah (2004-2011), Ketua Pengurus Daerah Ikatan Sarjana Manajemen
Pendidikan Indonesia (ISMaPI) Provinsi Sumatera
(2010-2015), ketua DPP Ikatan Sarjana Pendidikan Agama Islam Indonesia (2010-2015),
dan Ketua Majelis Pendidikan DPP Al-Ittihadiyah. Saat ini dia juga
dipercaya sebagai ketua Yayasan Pendidikan Al Ittihadiyah Sumatera Utara yang
sudah mempersiapkan berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam Al Ittihadiyah
Sumatera Utara di Medan. Tahun 2013, diamanahkan sebagai Pelaksana Ketua Dewan
Pimpinan Wilayah Al Ittihadiyah Sumatera Utara.
Ayah Yang Demokratis
Tahun
1990, dia menikahi Dra. Gusnimar, M.A. yang saat itu bertugas sebagai guru Pendidikan Agama Islam pada
salah satu SD Negeri di Kabupaten Deli Serdang. Istrinya adalah salah satu orang yang mendukung kariernya selama
ini dan setia menemani perjuangan suaminya hingga sukses seperti saat ini.
Sekarang kediamannya yang hangat
dan penuh kesederhanaan bertambah-tambah setelah kehadiran tiga orang
buah hatinya. Anaknya yang pertama adalah Ahmad Taufik Al Afkari. Anak keduanya, Dina Nadira Amelia. Dan si bungsu Ahdiana Fadwani Maulafia.
Sebagai
seorang ayah bagi anak-anaknya pun, dia terkesan mampu menjaga ritme, sehingga
anak-anaknya dibesarkan dalam suasana demokratis. Tidak pernah dipaksakan
olehnya kemauannya pribadi. Walaupun demikian, dia juga selalu mengarahkan
anak-anaknya untuk memilih segala hal yang terbaik demi masa depannya nanti.
Talk Less Write More
Jauh
sebelum mendapatkan gelar professor, dia telah menunjukkan jati dirinya sebagai
dosen yang memiliki indikator sebagai navigator moral keilmuan. Dia cenderung
pendiam, adakalanya sebagian orang sulit menerima sikapnya itu, tapi sejujurnya
pribadinya tetap menarik. Sejatinya sikap pendiamnya itu adalah wujud dari
karakter pribadi yang tidak suka banyak bicara, akan tetapi lebih banyak
menulis. Menulis merupakan karakter pribadinya.
Ia
sangat produktif menulis dan meneliti, sering
mengemukakan gagasan atau ide-idenya itu ke dalam bentuk buku dan
artikel. Mentradisikan pemikiran dan ide-ide dalam bentuk dokumen, seperti
buku, jurnal, penelitian, dan lain sebagainya, juga merupakan wujud monument
pemikiran yang kerap tidak lepas dalam kehidupan keilmuannya.
Dia
menyadari sebagai akademisi berkewajiban untuk
mengembangkan ilmu dan salah satu cara mengembangkan ilmu adalah dengan
menulis. Dengan begitu menurutnya setiap akademisi harus produktif dalam
menuliskan apa yang dialami dimana pun
berada dan cermati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan guna mengembangkan pola
piker keilmuan sehingga dapat mendorong orang lain yang membaca buku tersebut
ikut serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Visi ini tertuang dalam bukunya yang
pertama yaitu Manajemen Mutu Terpadu
dalam Pendidikan, ini adalah buku pertama yang menjawab persoalan ini, yang
ditulis dalam bahasa Indonesia, selebihnya buku yang membahas persoalan ini
dimuat dalam bahasa Inggris.
Butuh
perjuangan untuk menerbitkan buku perdananya itu. Pada saat di Jakarta dia
sering berkunjung ke gedung MPR, menemui Brigjend Drs.H.A. Nazri Adlani, M.Ag.
disitu dia juga membangun komunikasi dengan Laksamana Pura Sudomo, orang
kepercayaan Soeharto pada orde baru. Sudomo adalah orang yang mengamankan
kondisi perpolitikan saat itu dan dia juga sempat menjadi Menteri Tenaga Kerja.
Dengan posisinya sebagai menteri tenaga kerja, dia menangani manajemen mutu,
dia lah ketua Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia.Akhirnya mereka bertemu di
salah satu masjid di Jakarta. Kemudian dia diundang kerumah Sudomo, dia
memintanya untuk membuat kata sambutan untuk dimuat di buku perdananya itu,
Sudomo berkenan. Akhirnya terbit bukunya yang pertama secara nasional oleh
penerbit Grasindo yang sejak awal sudah tertarik dengan ide dan pemikirannya
yang tertuang dalam naskah yang dia kirim ke penerbit itu. Sampai sekarang dia
sudah menulis 13 buku secara nasional maupun lokal yang membahas soal ilmu
pendidikan dan manajemen pendidikan.
Karya penulis yang
diterbitkan, di antaranya: Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (Grasindo, 2002), Sistem Pengambilan
Keputusan Pendidikan (Grasindo, 2004), Visi Baru Al-Ittihadiyah (Citapustaka
Media, 2004), Pengantar Filsafat Ilmu (Citapustaka Media, 2005), Manajemen
Lembaga Pendidikan Islam (Ciputat Press, 2005), Ilmu Pendidikan: Rekonstruksi
Budaya Abad XXI (Citapustaka Media, 2005), Manajemen Pembelajaran (Ciputat
Press, 2005), Al-Ittihadiyah: Menjalin
Kebersamaan, Membangun Bangsa, (Hijri Pustakautama, 2006), Pendidikan Bermutu
Unggul (Citapustaka Media, 2006), Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi
Budaya Umat, (Hijri Pustakautama, 2006), Kepemimpinan Pendidikan Kontemporer
(Citapustaka Media, 2007), Efektivitas Kebijakan Pendidikan
(Rinekacipta, 2008), Kepemimpinan Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah
(Quantum Teaching Press, 2010), Kepemimpinan dan Kewirausahaan, Media Perintis
Publishing, 2010, dan Pendidikan Pra Sekolah, Media Perintis Publishing, Medan,
2011. Pengelolaan Pendidikan, Media Perintis Publishing Medan, 2012.
Satu
pelajaran lagi yang patut ditauladani darinya, hampir semua rekan-rekan
sejawatnya mengakui bahwa kecerdasan kognitifnya terpuji, sehingga dia dikenal
sebagai calon ilmuan yang memiliki masa depan baik guna mencerdaskan mahasiswa
di perguruan tinggi. Selain kognitifnya sempurna, dia juga sempurna kecerdasan
afeksinya. Hal ini dibuktikan oleh rasa sayangnya kepada siapa saja yang dekat
dengannya.
Siap Memajukan Fakultas Tarbiyah IAIN SU
Dalam masa pengabdiannya sebagai
top leader dengan mencirikan kepemimpinan transformasional, dia sudah
melakukan tindakan perubahan fakultas kepada kondisi yang lebih baik dengan
visi: “Menjadi Fakultas Unggul dan Terpercaya dalam Membina Guru dan Tenaga
Kependidikan Profesional dan Berkarakter Islam untuk Mewujudkan Masyarakat
Belajar”. Saat ini dalam masa kepemimpinannya, fakultas Tarbiyah IAIN SU sudah
menambah pengembangan jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGRA), dan
sedang menunggu izin prodi Pendidikan Biologi, dan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi Islam. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengakomodir keperluan umat
Islam terhadap pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi Islam.
Karena itu juga pada dua tahun terakhir beliau menerima amanah menerima mahasiswa
baru Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan melampaui 1200-an orang untuk
mendukung kebijakan konversi IAIN SU menjadi Universitas yang akan memiliki
mahasiswa di atas 8000-an.
Sejauh
ini yang dia lakukan: pertama, memotivasi dan memudahkan dosen-dosen sekawasan Fakultas
Tarbiyah untuk berkuliah agar bergelar Doktor. Kedua, mengembangkan program
studi yang ada di Fakuktas Tarbiyah dengan cara meningkatkan kesiapan setiap
program studi untuk meningkatkan akreditasinya. Misi ini ditunjang oleh
beberapa aspek seperti pengadaan laboratorium bahasa, laboratorium BKI, dan
perpustakaan.
Ketiga,
melakukan penambahan program studi (seperti yang dijelaskan dia tas). Tujuannya
agar lulusan memiliki pendidikan yang linear dengan profesinya nanti, karena
menjelang tahun 2018 semua guru harus memiliki sertifkat pendidik professional.
Ibarat rumah makan program studi pun harus memberikan layanan menu yang beragam
dan memuaskan. Begitulah kalau dalam studi pasar. Dan yang terakhir, dia juga
mendukung program pemerintah seperti penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG)
guru-guru madrasah, serta memfasilitasi guru-guru agama yang belum menyandang
gelar sarjana melalui program DMS penyelenggaraan perhimpunan kualifikasi
sarjana untuk mempercepat standarisasi guru.
Menurutnya, keberadaan IAIN SU harus segera diperkuat kelembagaannya
untuk memantapkan diri menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) stidaknya dalam
tahun 2014. Hal ini sangat strategis, mengingat secara de facto pengembangan
sains dan teknologi akan berbasis lebih awal di Fakultas Tarbiyah, karena ada
jurusan Pendidikan Matematika dan Pendidikan Biologi segera tahun akademi 2014.
Sehingga wilayah garapan UIN Sumatera Utara segera akan menjadi lebih luas dan
semakin bermanfaat bagi umat dan bangsa dengan tetap berbasis pada pengembangan
dan aktualisasi ilmu keIslaman.
Menurutnya, sains Islam akan semakin subur di kampus IAIN SU begitu
menjadi UIN Sumatera Utara, dan harapan mempercepat mobilitas umat Islam dengan
bingkai paradigma sains Islam yang mengakomodir harapan umat secara strategis
yang lulusannya akan semakin mampu berkompetisi dengan perguruan tinggi
lainnya.
Bahkan untuk membumikan gagasannya
tentang cita ideal pendidikan Islam terpadu, saat ini pak Syafar sudah
membangun MIS dan MDA sejak tahun pelajaran 2013 di bawah bendera Yayasan
Pendidikan FIKNADIA SHIDQIYAH di Batang Kuis, Deli Serdang.
Komentar
Posting Komentar