BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)


Oleh
Romi Aswandi Sinaga


Tentang Bocah Pakan Rabaa Payakumbuh
Dia dilahirkan pada Jumat, 15 Agustus 1958 di Pakan Rabaa Payakumbuh, sebuah desa kecil yang terketak di kaki Gunung Sago, sekitar 15 km dari kota Payakumbuh. Payakumbuh adalah Ibu kota Kabupaten Lima Puluh Kota, salah satu dari tiga Luhak yang membentuk alam Minangkabau. Luhak bisa berarti sumur, namun apabila dihubungkan dengan daerah, maka ia berarti nagari (negeri), daerah, atau distrik. Alam (wilayah) Minangkabau terdiri atas 3 (tiga) luhak, yaitu pertama, Luhak Lima Puluh Kota dengan Payakumbuh sebagai ibu kotanya, kedua, Luhak Agam dengan Bukittinggi sebagai ibu kotanya, dan ketiga, Luhak Tanah Datar dengan Batu sangkar ibu kotanya. Daerah selain dari ketiga luhak di atas disebut oleh masyarakat Minangkabau dengan “rantau”.
            Saat ini Payakumbuh sebagai ibu kota Kabupaten Lima Puluh Kota telah menjadi Kota Madya Payakumbuh. Orangtuanya semula berdomisili di kota Payakumbuh, namun karena terjadinya peristiwa pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang menyebabkan keadaan tidak kondusif untuk tetap berada di kota Payakumbuh, maka kedua orangtuanya memilih untuk mengungsi ke desa Pakan Rabaa di kaki Gunung Sago yang masih bagian dari wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada saat pengungsian tersebutlah dia lahir. Setelah peristiwa PRRI reda dan suasana di kota Payahkumbuh pulih kembali, dia sekeluarga kembali ke kota Payakumbuh, tempat dia mulai tumbuh dan memasuki dunia pendidikan, khususnya di tingkat pendidikan dasar.
            Dia berasal dari sebuah keluarga sederhana, baik dari segi ekonomi demikian juga dari segi pendidikan. Kedua orangtuanya berasal dari suku Minangkabau, tepatnya dari desa Taluak (Ayah) dan desa Parit Lintang (Ibu), yang kedua desa tersebut terletak di Kecamatan Banuhampu, di kaki Gunung Merapi, Bukittinggi, Sumatera Barat.
            Suatu kali, di saat peringatan hari besar Islam di akhir tahun 1960-an, diundang ke Mesjid Taqwa Banuhampu Payakumbuh itu seorang putra Banuhampu yang baru saja pulang dari menamatkan studinya di Universitas Al-Azhar Mesir, yaitu Buya Haji Labai Baharuddin, M.A., terakhir beliau adalah Rektor IAIN Imam Bonjol sebelum meninggal dunia karena tenggelam bersama pesawat Merpati yang jatuh di Pantai Padang di awal tahun 1970-an, untuk mengisi ceramah dalam rangka tabligh akbar. Buya Labai Baharuddin menyampaikan ceramah agama dengan sangat baik dan mengagumkan para hadirin, sehingga setelah acara tabligh akbar tersebut, ayahnya menyampaikan cita-cita dan harapannya agar dia yang ketika itu masih duduk di bangku SD, suatu saat dapat mengikuti jejak Buya Labai Baharuddin untuk bersekolah ke Al-Azhar Mesir. Harapannya itu didukungnya melalui usaha beliau untuk selalu mendidiknya dalam bidang agama dan mengajaknya hadir pada kegiatan-kegiatan yang kondusif untuk mengisi dan menambah pengetahuan dan pemahamannya tentang ajaran Islam. Akan tetapi, pada saat dia mengakhiri pendidikan di kelas 6 SD, sebelum memasuki jenjang pendidikan sekolah lanjutan pertama, ayahnya telah dipanggil oleh Allah ke hadirat-Nya, tepatnya pada subuh Jumat akhir tahun 1970, tahun di mana dia menamatkan pendidikan sekolah dasar.
            Ibundanya, Aminah, melanjutkan usaha dan cita-cita almarhum ayahnya dengan mengikutsertakannya dalam ujian masuk PGAN di Payakumbuh yang akhirnya dia dinyatakan lulus dan diterima bersekolah di PGAN Payakumbuh pada Januari 1971. Ibunda sewaktu mudanya adalah seorang yang juga aktif dalam kegiatan Aisyiah di desa Parit Lintang. Konon kabarnya ranting Aisyiah di desa Parit Lintang itu dianggap sebagai ranting pertama Aisyiah di Bukittinggi.
            Dari pihak Ibundanya, dia terlahir sebagai anak tunggal, namun dari Ayahnya, dia memiliki tiga orang saudara yang ketiganya adalah laki-laki, yaitu Nasrul dan Nasril, keduanya kembar kelahiran 1951, dan Harun kelahiran 1955. Ketiga saudara (abang) nya itu profesinya adalah pedagang di Medan. Ketiganya berkontribusi dalam membiayai pendidikannya di Medan, mulai dari biaya pendidikannya di PGA UISU Medan dan Madrasah Aliyah Al-Ulum Medan. Beberapa tahun terakhir ini, ketiga abangnya pindah domisili ke Pekanbaru, dan abangda Nasril meninggal dunia pada tahun 2007 yang lalu setelah mengalami sakit diabetes (sakit gula) yang relatif cukup lama. 
Menuai Berkah dari Pendidikan
            Pendidikannya dimulai pada saat usia 5 tahun dengan memasuki TK Muhammadiyah yang terletak di dekat rumahnya di Bunian, Payakumbuh. Hanya satu tahun dia bersekolah di TK tersebut, setelah itu dia tidak mau lagi melanjutkannya, tetapi sebagai gantinya ayahnya memasukkan dia ke sekolah mengaji (semacam TQA/TPA) di surau Al-Muhajirin, di dekat Mesjid Taqwa Banuhampu, Payakumbuh. Di sana dia belajar mengaji Al-Quran mulai dari alif,ba, ta sampai khatam Al-Quran.
            Dia memulai pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Payakumbuh pada 1966 pasca G 30 S PKI. Dia hanya menempuh selama 5 tahun di SD tersebut, karena sewaktu naik ke kelas 5 SD, setelah mengikuti pelajaran selama satu bulan, Kepala SD waktu itu, Bapak Loai Sutan Makmur, yang mengajar ilmu berhitung dan ilmu bumi menyarankan kepada kedua orangtuanya untuk langsung saja naik ke kelas 6 SD. Akhirnya kedua orangtuanya merestui untuk menerima saran Kepala SD untuk naik ke kelas 6 SD.
            Setelah menamatkan SD pada 1970, dia melanjutkan pendidikan ke PGAN Payakumbuh pada awal tahun 1971. Satu tahun di PGAN Payakumbuh, dia pindah sekolah ke Medan mengikuti Ibundanya yang menikah untuk kedua kalinya dengan Bapak Zainuddin St. Rang Kayo Basa, yang berprofesi sebagai tukang jahit di Medan. Di Medan dia melanjutkan studi di PGA Al-Wasliyah UISU, masuk di kelas 2 pada tahun 1972. Dia tamat dari PGA 6 tahun UISU pada tahun 1976.
            Pendidikannya berlanjut di Fakultas Syariah IAIN SU, tahun 1977. Seiring dengan itu, pada tahun yang sama, yaitu 1977, dia masuk di Madrasah Aliyah Al-Ulum Jl. Amaliun Medan, atas dorongan Al-Ustaz Djamaluddin Ahmad (alm.), setelah dia mengikuti kursus Bahasa Arab dengan beliau selama beberapa bulan di Mesjid Mu’alimin Jl. SM. Raja G. Keluarga Medan.
            Di Madrasah Aliyah Al-Ulum ini dia mendapatkan kesempatan untuk menambah dan memperdalam ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Balaghah, Muthala’ah, Muhadatsah, Muhadharah, Insya’, dan lainnya. Di sampng itu, dia juga memperoleh peningkatan dan pendalaman ilmu-ilmu Agama, seperti Ilmu Fikih, Usul Fikih, Mushthalah al-Hadits, Ilmu Tafsir, dan Tafsir Al-Qur’an, Tarikh Islam, Akhlak Tasawuf dan lainnya yang keseluruhannya menggunakan literatur berbahasa Arab. Peningkatan pengetahuan dan pemahamannya tentang bahasa Arab dan mengakses sumber-sumber/buku rujukan berbahasa Arab di Aliyah Al-Ulum ini langsung dibimbing oleh guru-guru yang menguasai bahasa Arab dan sebahagian besar berpengalaman dan mengenyam pendidikan di Timur Tengah, seperti dari Mesir (Al-Ustaz H. Abdullah Syah, MA, Al-Ustaz H. Mahmud Aziz Siregar, MA, Al-Ustaz Hasan Salim al-Habsyi, Al-Ustaz H. Ahmad Asy’ari, MA), dari Baghdad (Al-Ustaz H. Abdul Khalik Masidin, MA), dari Libya (Al-Ustaz H. Jalaluddin Abdul Muthalib, MA), dan dari Mekah, Saudi Arabia (A-Ustaz H. Hamdan Abbas, Al-Ustaz Drs. H. Abdul Hadi), dan guru-guru yang lulusan dalam negeri,seperti Al-Ustaz Djamaluddin Ahmad, Ustaz Drs. Said Lukman Al-Hinduan, Al-Ustaz Drs. H. M. Shaleh Harahap.
            Para guru yang mengajarkannya di Madrasah Aliyah Al-Ulum tersebut sebahagian besar adalah juga dosen yang mengajarinya di Fakultas Syariah IAIN SU  Medan, seperti Al-Ustaz H. Abdullah Syah, MA, Al-Ustaz H. Mahmud Aziz Siregar, MA, Al-Ustaz Hasan Salim al-Habsyi, Al-Ustaz H. Abdul Khalik Masidin, MA, Al-Ustaz H. Hamdan Abbas, Al-Ustaz Drs. H. Abdul Hadi, dan Al-Ustaz Drs. H.M. Shaleh Harahap.
            Pada tahun 1978, ketika dia duduk di kelas IV Aliyah Madrasah Al-Ulum, dia diusulkan oleh Direktur Madrasah Aliyah, Al-Ustaz Jamaluddin Ahmad, untuk melanjutkan studi ke Timur Tengah, yaitu di Universitas Imam Ibn Sa’ud, Riyadh, Saudi Arabia. Ustaz Jamaluddin Ahmad ketika itu selain sebagai Direktur Aliyah, juga menjabat sebagai Ketua Perwakilan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) untuk wilayah Sumatera Utara, sekaligus juga sebagai Perwakilan Rabithah Alam Islamiy untuk wilayah Sumatera Utara dan Aceh, sehingga posisi beliau memungkinkannya untuk mengusulkan beberapa murid Aliyah Al-Ulum yang memenuhi syarat untuk belajar ke Saudi Arabia melalui rekomendasi bapak Dr. H. Mohammad Natsir, Ketua Umum DDII Indonesia pada waktu itu dan juga sebagai Wakil Ketua Rabithah Alam Islamiy dunia. Dua orang siswa Aliyah Madrasah Al-Ulum, senior/kakak kelasnya, telah lebih dahulu diberangkatkan ke Riyadh pada tahun 1977, yaitu H.Amrizal Arief, Lc, saat ini bertugas di kota Malang sebagai da’i dari Darul Ifta’ sekembalinya beliau dari Riyadh, Saudi Arabia, setelah meraih gelar Lc di Universitas Imam Ibn Sa’ud, dan yang kedua adalah H. Syafruddin Ahmad, Lc, (alm.) yang sekembalinya dari Riyadh mengabdi di Madrasah Al-Ulum, di DDII Perwakilan Sumatera Utara, dan terakhir, sebelum beliau meninggal dunia, pernah menjadi Ketua Umum Yayasan Mesjid Raya Pusat Pasar Medan, yang Yayasan tersebut juga mengelola Rumah Sakit Al-Ummah yang terletak di Jl. Utama simpang Jl. Islamiyah Medan.
            Usulan untuk keberangkatannya dan dua orang temannya yang lain dari Aliyah Al-Ulum untuk melanjutkan studi ke Riyadh, Saudi Arabia telah diproses pada tahun 1978, yang direncanakan berangkat pada tahun 1979. Namun, pada tahun 1979 itu, Bapak Dr. H. Mohd. Natsir ikut serta menandatangani Surat Petisi 50 yang di antara isinya adalah menyampaikan ketidakpuasan terhadap kebijakan politik pemerintah Orde Baru pada saat itu. Konsekuensinya dari lahirnya Perisi 50 itu adalah bahwa bapak Dr.H. Mohd. Natsir dicekal bepergian ke luar negeri dan sekaligus seluruh rekomendasi beliau kepada sejumlah siswa yang akan belajar ke Saudi Arabia dibatalkan dan tidak bisa direalisasikan. Di antara rekomendasi yang dibatalkan itu termasuk di dalamnya rekomendasi keberangkatan tiga orang siswa Madrasah Aliyah Al-Ulum, Jln Amaliun Medan, yang salah satu di antaranya adalah dia.
            Alm. Bapak Drs. H. M. Shaleh Hrahap, yang ketika itu selain sebagai salah seorang guru dari Aliyah Al-Ulum, tahun 1979, beliau menjabat sebagai Dekan Fakulltas Syariah IAIN SU Medan, memberikan dorongan dan motivasi kepadanya untuk menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah IAIN SU, yang ketika itu dia sudah di tingkat III. Mudah-mudahan, kata beliau, suatu saat dia bisa melanjutkan studi ke luar negeri kelak.
            Dia meraih gelar Sarjana Muda (BA) tahun 1980, dengan mempertahankan Risalah Sarjana Muda dengan judul “Pandangan Islam Terhadap Trias Politika dan Kaitannya Dengan Sistem Pemerintahan Indonesia.” Kemudian dia melanjutkan studi ke tingkat doctoral Fakulltas Syariah IAIN SU Medan Jurusan Qadha (Peradilan Agama).
Pada bulan Juli tahun 1992, setelah bertugas selama 7 tahun sebagai PNS di Fakultas Syariah IAIN SU (TMT 1 Maret  1985), dia mencoba mendaftarkan diri sebagai calon untuk mendapatkan beasiswa ke McGill University di Montreal Canada, dan dia lulus dalam seleksi, dan selanjutnya berangkat ke Bali untuk mengikuti kegiatan English Language Training (ELT) dan English for Academic Purposes (EAP) di IALF (Indonesia Autralia Language Foundation), Denpasar, Bali, sebagai persiapan untuk memperoleh beasiswa studi ke Program S2 di McGill University, Montreal Canada tersebut. Kegiatan tersebut berlangsung selama 10 bulan, dan di akhir program melalui seleksi bahasa dan seleksi kesiapan studi di McGill, 13 orang dari 22 peserta se-Indonesia yang ikut program ELT dan EAP, dinyatakan lulus untuk mengikuti program S2 (MA) di McGill University. Dia termasuk salah seorang di antaranya.
Pada tanggal 5 Juli 1993, dia berangkat ke Montreal untuk mengikuti program S2 di Institute of Islamic Studies (IIS) McGill University. Pengalaman ke Montreal Canada ini merupakan pengalaman yang tidak pernah dia bayangkan sejak dia masih kecil sampai dia memasuki dunia perguruan tinggi di Fakultas Syariah IAIN SU Medan. Justru yang pernah dia impikan adalah belajar ke Timur Tengah seperti Mesir dan Mekah atau Madinah. Impian ke Mesir sudah pernah dibayangkan oleh ayahnya kepada dia sejak masih duduk di bangku SD, yaitu ketika Buya H. Labai Baharuddin, MA, alumni Universitas Al-Azhar Mesir, datang memberi ceramah dalam kegiatan Tabligh Akbar di kota Payakumbuh. Keinginan untuk belajar ke Timur Tengah semakin mendakati kenyataan ketika dia diusulkan dan telah diproses untuk memperoleh beasiswa melanjutkan S1 ke Unversitas Imam Ibn Sa’ud Riadh Saudi Arabia dari Madrasah Aliyah Al-Ulum pada tahun 1978, namun rencana tersebut tidak terlaksana.
Di Montreal Canada Juli 1993, itu adalah musim panas. Salah satu tradisi di Montreal pada musim panas adalah diadakannya festifal jazz Internasional dengan menghadirkan para pemusik jazz dari berbagai Negara dan benua, seperti dari Negara-negara Afrika, Australia, Eropa, Asia dan Amerika sendiri. Hampir di seluruh jalan-jalan besar dan tampat-tempat hiburan dipusat kota Montreal tampil musik-musik jazz yang mewakili berbagai Negara dari benua-benua yang lima itu. Menyaksikan festifal jazz adalah kegiatan pertama yang dia nikmati sesampai di Montreal.
Kegiatan utama yang dia ikuti sesampainya di Montreal adalah orientasi studi yang dilaksanakan oleh McGill Indonesia IAIN Development Project untuk mahasiswa Indonesia yang belajar pada Institute of Islamic Studies (IIS). Kegiatan orientasi tersebut berlangsung selama bulan Juli dan Agustus 1993. Selain pengenalan terhadap kampus McGill University dengan berbagai fakulltas dan pusat studi yang ada padanya, dia juga diperkenalkan kepada kota Montreal dengan berbagai fasilitas yang ada padanya untuk mendukung kehidupan selama studi di kota yang berpenduduk mayoritas etnis Perancis dan Inggris itu, seperti transportasi yang terdiri atas bis, taksi, dan metro (subway), serta via (kereta api), pusat perbelanjaan, perbankan yang akan digunakan untuk transfer beasiswa setiap bulannya, rumah sakit dan asuransi kesehatannya, dan lainnya. Untuk tempat tinggal, sejumlah apartemen dengan cara dan prosedur menempatinya diperkenalkan kepadanya oleh tutor yang memandu, yang terdiri atas dua orang, yaitu Sandra Thubediou dan Jefry Blake. Termasuk yang dibimbingkan mereka kepadanya adalah bagaimana memelihara dan merawat apartemen, mulai dari membersihkan kamar mandi, wc, dapur, kamar dan ruang tamunya. Keseluruhannya menunjukkan bagaimana perhatian dan komitmen mereka terhadap kebersihan keteraturan dan kerapian tempat tinggal dan lingkungan, yang hal tersebut sebenarnya adalah bahagian dari ajaran agama Islam. Justru Negara maju seperti Amerika dan Eropa yang mengamalkan ajaran tentang kebersihan yang ada pada agama Islam. Dia teringat pada pengalaman Syekh Muhammad Abduh yang pernah merantau ke Eropa, dan di sana beliau melihat bagaimana penduduknya yang nonmuslim, namun mengamalkan ajaran Islam tentang kebersihan, penghargaan terhadap waktu, disiplin dan keteraturan serta kerja keras dalam kehidupan. Sekembalinya ke Mesir, Abduh menyampaikan sebuah pernyataan yang membuat para ulama Azhar merasa tersinggung, dimana beliau mengatakan “Dia lihat Islam ada di Eropa meskipun di sana tidak ada umat Islam, tetapi dia tidak melihat Islam di Mesir walaupun di sini banyak umat Islam.” Tentu yang dimaksudkan Abduh di sini adalah perilaku dan sikap hidup seperti yang ditampilkan oleh masyarakat maju sekarang ini, yang ada pada dasarnya adalah ajaran yang dibawa oleh Islam seperti memelihara kebersihan serta kerja keras dalam kehidupan, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Belajar di IIS McGill University, telah membuka wawasannya dalam bidang ilmu keislaman dan memberikan kepadanya sejumlah pengalaman belajar tentang Islam melalui para profesor yang sangat menguasai dan memiliki ilmu yang luas tentang bidang yang diajarkannya. Mayor studinya adalah hukum Islam, khususnya usul fikih atau Islamic legal theory (teori hukum Islam). Oleh karenanya dia mengikuti perkuliahan sebanyak 3 semester dengan Prof. Hallaq, professor hukum Islam, yaitu Advanced Studies In Islamic Law (winter term), Special Topics on Ottoman Judiciary (summer term), dan Islamic Legal Discourse (fall term). Selanjutnya dia menulis tesis dengan bimbingan beliau yang berjudul “Ibn Qayyim’s Reformulation of the Fatwa,” yang dapat dia selesaikan penulisannya pada bulan Maret 1995 (final submission), dan Alhamdulillah, pada spring, 1 Mei 1995, dia telah memperoleh nilainya dari Dr. Susan Spectorsky, seorang ahli mazhab Hanbali dari New York University dengan nilai very good, dan pada additional comments-nya dia mengatakan: “This is very good M.A. thesis. Chapter two is particulary well organized and presented. …, However. Overall, this is a solid piece of work.”
Selain mendalami bidang hukum Islam, selama di McGill dia juga mendapat kesempatan untuk mendalami bidang-bidang ilmu keislaman lainnya, seperti bidang Alquran dengan Prof. Issa Josoef Boullata melalui mata kuliah The Qur’an and Arabic Stylistic, yang menekankan diskusi pada kemukjizatan Alquran (the miracle of the Qur’an) ditinjau dari segi uslub bahasanya; bidang sejarah dengan Prof. Donald P. Little, melalui mata kuliah Arabic Historiography: Classical period; bidang Ilmu Kalam, Tasawuf dan Filsafat dengan dua orang profesor melalui dua mata kuliah yang masing-masing berlangsung dua semester: fall term dan winter term, yaitu Prof.Michael E. Marmura dari Toronto University dengan mata kuliah Philosophical Tradition in Islam, dan Prof. Maan Ziade dengan mata kuliah Survey of the Development of Islamic Thought.
Di IIS McGill Unversity mahasiswa diberi kesempatan untuk menjadi mustami’ (auditing) pada mata kuliah yang diminatinya sebagai tambahan dari mata kuliah wajib untuk menyelesaikan beban SKS (credits) bagi program master (MA), dan dia memilih untuk menjadi mustami’ dalam mata kuliah Major Themes of Islamic Expression yang diasuh oleh Prof. Charles J. Adams. Mata kuliah ini bersifat lecture  yang dapat diikuti oleh mahasiswa program S1 (under graduate) dan S2 (graduate) yang berlangsung dua semester: fall dan winter dengan jumlah pertemuan 3 (tiga) kali dalam seminggu. Mata kuliah ini ternyata membahas berbagai aspek dari bidang ilmu keislaman, mulai dari Al-Quran, Hadis, sejarah Islam, ilmu Kalam, tasawuf, fikih, filsafat dan lainnya, sebagaimana yang termuat di dalam buku karya Prof. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Prof. Adams menyampaikannya dengan jelas dan lugas tanpa menggunakan text-book (luar kepala), terkesan dia sangat menguasai keseluruhan topik yang dibahasnya. Dia menduga bahwa Prof. Harun Nasution boleh jadi terinspirasi dari mata kuliah yang diasuh oleh Prof. Adams ini dalam menulis bukunya, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, karena isinya mencerminkan keseluruhan materi kuliah Major Themes of Islamic Expression tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena Prof. Harun Nasution adalah alumni IIS McGill University dan Prof. Adams adalah dosen dan sekaligus pembimbing disertai Prof Harun Nasution ketika beliau meraih gelar doctor (ph.D) di IIS McGill University. Setelah dikonfirmasi kepada Prof. Harun melalui berbagai tulisan dan pernyataan beliau maka dugaan di atas ternyata benar, karena Prof. Harun Nasution di dalam biografinya menyatakan bahwa “di situlah (maksudnya di McGill) dia baru mengerti Islam ditinjau dari berbagai aspeknya.”
Selain menekuni studi McGill University Montreal, dia juga memperoleh kesempatan untuk melakukan kunjungan ke berbgai kota di Canada dan Amerika Serikat. Pada bulan Ramadhan di sekitar bulan Februari tahun 1994, saat itu musim winter, dia diundang untuk mengisi kegiatan peringatan Nuzulul Quran di Konsul Jenderal RI di Toronto.
Sekembalinya dari McGill University, Montreal Canada, di bulan Juli 1995, dia mengikuti testing program doktor (S3) di IAIN Syarif Hidayatullah (Sekarang sudah menjadi UIN), Jakarta. Alhamdulillah dia lulus dan diterima di Program S3 Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sini dia dapat menimba ilmu langsung dari sejumlah ilmuan dan tokoh pembaharu pemikiran Islam di Indonesia, seperti Prof. Harun Nasution dalam bidang teologi, tasawuf, filsafat dan sejarah Islam, Prof. M. Quraish Shihab dalam bidang Tafsir Alquran, Dr. Satria Effendi M. Zein dalam usul fikih Prof. H.M. Atho Mudzhar, Prof. Said Agil al-Munawwar, dan Prof. Huzaimah T. Yatanggo. Program Doktor ini dapat dia selesaikan di bulan Oktober 1999, dengan mempertahankan disertasi dalam bidang usul fikih, yang berjudul “Konsep Maslahah Dalam Pemikiran Usul Fikih Imam Al-Haramain al-Juwayni sebagaimana terdapat dalam kitab Al-Burhan fi Ushul al-Fiqh” dalam sidang Promosi Doktor yang dipimpin oleh Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra dan sekretaris Prof. Said Agil Al-Munawwar (Direktur Pascasarjana), dengan tim penguji: Dr. H. Satria Effendi M. Zein, Prof. Dr. Mulyanto Sumardi, MA, Phd, dan Prof. Hj. Huzaimah T. Yatnggo, Dr. Fathurrahman Djamil dan Dr. H. Muslim Nasution, masing-masing sebagai penguji.
 Pernikahan Terindah
            Di akhir masa kuliahnya pada tahun 1982 dia mendengar pembicaraan sejumlah teman-temanku di HMI pasca perpeloncoan/ POSMA tentang seorang mahasiswi baru Fakultas Syariah marga Pasaribu. Pada saat itu dia menjabat sebagai Ketua I Senat Mahasiswa Fakultas Syariah yang seharusnya ikut serta sebagai instruktur pada kegiatan Pelonco/ POSMA Mahasiswa baru, namun karena dia mengiktui LKM Senat Mahasiswa Tingkat Lanjutan IAIN Imam Bonjol Padang, dan sebelumnya dia juga harus mengikuti penataran P4 mewakili senat mahasiswa di BP7 Sumut, maka dia tidak ikut terlibat dalam kegiatan perpeloncoan tersebut sehingga dia tidak mengenal siapa-siapa dari mahasisa baru, termasuk yang dibicarakan oleh teman-teman tersebut. Meskipun agak terlambat, akhirnya dia bisa juga mengetahui dan mengenal sang mahasiswi tersebut yang namanya kemudian dia ketahui yaitu Ida Hayati. Mungkin sudah diatur Yang Maha Kuasa, maka sejak itu dia sering memperhatikan gadis itu, sehingga akhirnya pada awal tahun 1986, tepatnya tanggal 23 Februari 1986, dia menikahi gadis yang bernama Ida Hayati tersebut. Pernikahan berlangsung di Perkebunan Padang Halaban Rantau Prapat, tempat kedua orang tua Ida Hayati berdomisli. Pada acara pernikahannya tersebut turut serta mengantarnya dari Medan dan sekaligus menjadi saksi dalam pernikahannya tersebut dua orang seniornya di Fakultas Syariah yaitu Uda Amiur (Prof. Dr. Amiur Nuruddin, MA) dan Bang Fadhil  (Prof. Dr. N.A Fadhil Lubis, MA.) Beliau berdua ikut bermalam (menginap) di Padang Halaban, beserta sejumlah juniornya di Fakultas Syariah, seperti Armia Yusuf, M. syakir dan lainnya.
            Sampai sekarang, istrinya, Dra. Ida Hayati, saat ini guru SMP Perg. Al-Ulum Jl. Amaliun Medan, telah membina rumah tangga bersama dia sekitar 27 tahun dengan berbagai macam suka dan dukanya, dan saat ini mereka telah danugerahi Allah dua orang anak, yaitu  Alfi Amalia (saat ini S2 Prodi Ekonomi Islam Pascasarjana IAIN US) dan Isna Rizkia (saat ini XII-IPA-1 MAN-1 Medan).
Strategi Jitu Membangun IAIN SU
            Sebagai Direktur Program Pascasarjana IAIN SU, dia sudah merancang strategi untuk mengedepankan pascasarjana IAIN SU. Strateginya adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas mahasiswa. Cara yang ditempuh olehnya yakni membangun komunikasi dengan badan-badan dan lembaga-lembaga untuk memberikan bantuan bagi mahasiswa pascasarjana.
            Pada 2010 lalu, mulai digalakkan beasiswa untuk guru-guru madrasah dari Pemprovsu untuk 3 kelas: Fiqih, Aqidah Akhlak dan Guru Agama. Sementara untuk perguruan tinggi, IAIN SU diberikan kesempatan untuk mengelolah lima prodi beasiswa Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Dirjen Agama di Jakarta.
Peningkatan kualitas dan kuantitas IAIN SU, menurutnya perlu disesuaikan dengan berbagai pelayanan, dari segi kebersihan, kerapian dan disiplin. Untuk menunjang hal ini, dia membenahi dari tingkat direktur sampai tingkat staf. Pembenahan di semua lini ini guna mewujudkan IAIN SU khususnya program pascasarjana menjadi Center of Excellent di bidang studi Islam. Di bawah kepemimpinannya program pascasarjana telah diberi kepercayaan mengurus enam prodi S2 (PEMI, HUKI, PEDI, EKNI, KOMI dan TH). Keseluruhannya terakreditasi B. Dan lima prodi S3 program doctor (HUKI, AFI, PEDI, KOMI, dan EKNI). Empat di antaranya (kecuali EKNI) telah terakreditasi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

Keliling Pulau Samosir dengan Bus Mini