Phi-Phi Island dan Ombak Setinggi 7 Meter




                I am ready now. Ada tiga hal hobiku, jalan-jalan, makan dan tidur. Bangun jam 6 pagi setelah begadang, ini hal yang sulit. I love sleeping, biasa sampai 8 jaman, ngikutin saran dokter. 

                Mini van yang menjemput  juga tepat waktu datangnya, aku suka tour yang menghargai waktu begini. Van juga tidak menjemputku saja, di dalam sudah ada beberapa turis asal Cina dan Filipina.  Tampaknya kami satu rombongan. 

                Sampai di pelabuhan cuaca aman-aman saja, meski dari handphone saya akan diprediksi berawan dari pemerintah Thailand. Sebelum berangkat kami disuguhin kudapan isi selai nenas yang enak, beberapa aku masukin kekantong, kebetulan belum sarapan.  Mungkin hanya sekedar kudapan dan jus, tapi sejujurnya, untuk makanan yang disediakan oleh tour agent, keduanya rasanya enak. 

                Guide kami pun menjelaskan rute perjalanan kami. Perjalanan memakan waktu satu jaman lebih, tergantung ombak. Kapal yang kami tumpangi berjenis speedboat yang hanya bermuatan 30 orang. Ketika dalam perjalanan pastinya kami ditegaskan untuk menjaga keselamatan.

                Awal speedboat berjalan, ombak memang terasa agak tinggi tapi cuaca terlihat cerah. Semua penumpang, yang satu pun tidak ada orang Indonesia kecuali aku. Kikuk sendiri, akhirnya setelah suasana cair dibuat guide kami, yang lady boy itu (maklum masih di Thailand), kami merasa akrab dan berkenalan satu sama lain. Teman- teman seperjalananku berasal dari Amerika, Inggris, Malaysia, Singapura, Cina dan Filipina. Obrolan-obrolan lepas kami lakukan untuk mengatasi mabuk laut.

                Hamparan lautan biru membuatku takjub. Gugusan bebatuan tinggi yang mengelilingi, seperti gapura selamat datang dari alam. Sampai di Maya Beach, udah ngerasa jadi Leonardo Decaprio yang lagi syuting film Beach. Now, we are lost in paradise right? So charming beach with smooth sand.  Suasananya tenang banget merskipun banyak orang seliweran di sana-sini, udara semakin mendung, menikmati laut menjadi sebuah ritual yang  jarang aku lakukan.



                 Setelahnya, aku dan rombongan sedikit merapat ke Monkey Island. Dari namanya sudah tau dong, pulau ini dihuni oleh ratusan monyet kampong. Kenapa monyet kampong, yah, kalo orang Indonesia dimana-mana mah ada monyet beginian. Tapi anehnya orang-orang di luar Asia sangat menikmati bermain-main dengan monyet itu. Anyway, better than tell you next destination. 

               
Aku demen banget sama water sport: diving, snorkeling, mancing. Pokoknya it’s me lah. Sayangnya, di daerah aku tinggal, laut biru itu enggak ada, jadi hobi ini jarang sekali aku lakuin. Pengen jadi diver setelah melakukan  penyelaman pertama kali di Tanjung Benoa, Bali. It was first great diving. Walaupun sekarang muma snorkeling, well, I am so excited. Ini adalah penyelaman di permukaan laut yang membosankan, jenis ikannya cuma jenis ikan karang yang berwarna hitam putih. Tak satu pun karang ada di sini, hanya ada pasar laut. Semakin sering terjamah manusia, semakin rusak alam, apalagi manusinya yang nggak ngerti jaga alam. Beberapa tahun lalau aku sempat pelesiran ke Pulau Berhala, belum banyak yang tahu tentang pulau terluar itu, dan aku bener-bener menikmati snorkeling disana. Karangnya masih bagus, banyak bulu babi yang lucu, ikan-ikannya juga punya variasi jenis.

                Next trip, kami ke Phi-Phi Don for lunch. Makananya enak, kuliner Thailand Selatan itu enggak beda jauh rasanya sama masakan melayu lainnya karena mayoritas penduduknya masih ada percampuran melayu. Aku satu meja sama beberapa turis Cina, banyak yang enggak bisa bahasa Inggris, kami banyak obrolin soal “Faktor ketidaksukaan orang Indonesia terhadap orang Cina pendatang.” Udah kayak judul skripsi kan, kami sedikit berdebat turis Cina yang pekerjaannya sebagai manager di salah satu Bank Nasional Cina ini merasa orang Indonesia sentiment kepada orang Cina yang tinggal di Indonesia padahal sudah berstatus kewarganegaraan Indonesia. Akunya udah jelasin, enggak semua begitu bla… bla… bla…. Hingga obrolan kami berujung pada sebuah kota di Cina yang memiliki heritage site, Terakota.

               

Perut sudah kenyang, aku mengajak temen satu mejaku, untuk berburu foto. aku suka pantai disini karena berdampingan langsung dengan bukit-bukit yang tinggi. Kami sempat bertukaran id Line, dan aku baru tahu kalua Cina melarang masyarakatnya untuk menggunakan facebook, jadi mereka enggak menggunakan medsos itu. Alasannya sih, untuk menjaga privasi masyarakat Cina.

                Sebenarnya ada beberapa pulau lagi yang wajib dikunjungi, tapi hari semakin gelap, hujan juga mullah jatuh-jatuh dari langit. Awan yang tadinya membiru jadi mengabu, saat beranjak pulang, ditengah laut hujan semakin lebat, ombak semakin tinggi, laut berubah warna menjadi keabuan, semua dari kami panik.

                Kami disarankan untuk memakai pelampung, saling berpegangan, cihuy… di samping ada bule cantik dari Inggris. Masih mikirin yang beginian. Sayang, selang beberapa waktu, pasangannya minta tukar posisi. Damn! Kapten kapal terbilang jago menuasai badai, kapal kami terhempas berulang-ulang tapi tetang mampu menerjang badai. Beberapa turis shock bahkan seorang diantaranya pingsan.  30 menit di lautan berbadai itu terasa naik Kora-Kora di Dufan. Akhirnya kami sampai dan di sambut dengan sirine ambulan di pinggir pelabuhan. Saking bahayanya situasi saat itu, sampai-sampai aku dilarang mengambil foto atau video.

It’s a damn wonderful trip
***

                       Secara tidak sengaja di hotel, aku menonton tayangan berita salah satu TV Thailand yang menyatakan untuk sementara trip menuju Phi-Phi Island ditutup karena BADAI MASOON. Aku searching di google ternyata Badai Masoon adalah badai yang sangat berbahaya dan sering terjadi di laut andaman.  

Ini adalah hari terakhir aku di Patong Beach. Aku mengunjungi beberapa orang yang aku kenal, I wanna say goodbye for them. Karena pagi-pagi aku harus melanjutkan perjalan ke Phuket Town.
               

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

Keliling Pulau Samosir dengan Bus Mini