PERSPEKTIF JURNALISME (Informasi Menciptakan Demokrasi)

Siapa sangka bahwa lahirnya jurnalisme pada akhir Abad Pertengahan, ditandai dari berita yang bermunculan dalam bentuk balada kisah, cerita, dan bahkan dalam bentuk lagu yang disenandungkan oleh pengamen jalanan. Jurnalisme modern yang sekarang kita ketahui ternyata berkembang dari perbincangan ringan di tempat umum seperti kafe di Inggris hingga kedai minum di Amerika. Akhirnya muncullah surat kabar pada 1609 yang dicetak dari sumber perbincangan, gosip, dan argumen publik mengenai apa saja di kedai-kedai tersebut.

Tak dapat dielakkan. Ternyata bangsa Yunani-bangsa perintis demokrasi-sudah lebih dahulu melakukan ritual tersebut di pasar-pasar umum. 'Hampir semua yang penting tentang urusan tersebut dibuka untuk umum,' tulis pengajar jurnalisme, John Hohenberg. Sedangkan masyarakat Romawi mengembangkan konsep 'acta diurna' oleh Senat Romawi, yang ditulis di atas papirus untuk ditempel di dinding jalan. Lalu, muncullah spekulasi tentang pengaruh jurnalisme terhadap terciptanya demokrasi.

Pada studi kasus mengenai peran jurnalisme di Polandia dapat diketahui bahwa sangat mengutuk pemerintahnya saat tidak melarang kebebasan media. Pada tahun 1981, pemerintah militer Polandia mendeklarasikan pembelengguan terhadap media dan kebebasan berpendapat sehingga seluruh media diboikot untuk pro pemerintah dan mengabaikan kepentingan rakyat. Alhasil, rakyak tidak peduli akan media tersebut: masyarakat lebih memilih keluar rumah-berjalan dengan anjing mereka-dari pada melihat televisi. Aksi warga Swidnik ini merupakan protes tanpa kata-kata. Pada 1989, Lech Walesa mengemukakan bahwa teknologi informari tersedia teramat cepat. Dan informasi seperti ini menciptakan demokrasi.

Lebih dari itu, sesuai tujuan jurnalisme, menyediakan informasi sesuai kebenaran membuat media bagai anjing penjaga yang menawarkan suara bagi yang terlupakan (masyarakat). 'Saya ingin memberi suara ... bagi orang yang tak berdaya,' tutur reporter Daily News, Yuen Yin Chan.Dalam Pentagon Papers Amerika yang diterbitkan New York Times menyinggung tentang peran pers dalam terciptanya demokrasi. Pers ada untuk melayani mereka yang diperintah, bukan mereka yang memerintah.

Sekarang, peran pers sebagai insan jurnalisme amat dibutuhkan. Sejalan dengan informasi yang semakin bebas ditandai dengan munculnya internet maka kebutuhan informasi makin besar. 'Yang kita butuhkan di dalam budaya komunikasi baru adalah suatu yang masuk akal. Kita punya kebutuhan mendesak untuk mendapat sejumlah titik stabil di dalam dunia yang semakin menggila,' ujar J.S. Brown, mantan direktur Xerox PARC.Akibatnya, kini siapa saja bisa menjadi reporter dan komentator dalam situs web. Pembaca tak hanya sebagai penikmat, melainkan prosumen (perpaduan konsumen dan produsen).

Tidak dapat kita pungkiri bahwa setiap individu memiliki naluri kesadaran terhadap sekitar yang didapatkan dari informasi. Dari sejarah bangsa Yunani hingga kini penerapan jurnalisme merupakan barometer bagi negara demokrasi dalam perwujudannya. Informasi yang transparan membuka jendela-jendela pemerintah agar yang diperintah mengkontrolnya. Akhirnya kita menyadari 'The voice of people is the voice of God.'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

BERJUANG DEMI ILMU (Biografi Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, M.A.).