NGETRIP NGETRIK (DAY 2)



We start our step in the morning. Thailand itu panas kali meskipun rentang Juni sampai Juli umumnya musim hujan. Bagi aku sih fine-fine aja, karena cuaca panas pertanda cerah bukan? So, bisa puas-puasin ngetrip tanpa harus nungguin hujan hari ini. I wish.

Meskipun hari libur, biasanya kantin di Universitas Phranakorn Rajabat buka. Tapi, ga tau kali ini tutup, jadi rencana sarapan murah bareng mahasiswa lainnya gagal. Sebelum bergegeas mencari sarapan di luar kampus. Saying kali, kalau tidak muter-muter kampus. Salah satu tujuanku, ke Thailand ya juga mau lihat lifestyle mahasiswanya. 
 
Pemerintah Thailand nampaknya lebih siap memajukan dunia pendidikan mereka. Aku perhatiain bangunan kampus ini benar-benar didesign menarik, fasilitas lengkap, dan yang paling aku suka itu taman-taman kampusnya, yang di design untuk tempat berkumpul mahasiswa, komplit dengan danau buatan, rumah adat mereka, dan pohon-pohonan teduh. Atmosfirnya asyik, apalagi   di universitas yang lumayan ternama seperti ini, jarang ditemukan mahasiswa yang necis, karena seragama mereka Cuma kemeja putih, celana hitam plus dasi. Kebanyakan mahasiswa juga masih suka menggunakan bus ketimbang kendaraaan bermotor mereka. 

Di luar kampus, kita bisa menemukan banyak kedai makanan, kami singgah di salah satu warung yang menyediakan makanan halal. Biasanya, penjualnya berasal dari Pattani, provinsi bagian Selatan Thailand yang mayoritas dihuni orang Melayu beragama Islam. Aku memesan spicy green fried rice. Seperti nasi gopreng hijau la kalau di Medan, tappi rasanya beda, lebih banyak campuran sayur, kaldu, dan campuran daun basil yang membuat nasi goreng ini makin maknyus. Apalagi minumannya itu loh, mango smoothy. Maksimal segernya. 

Aku cukup senang dengan masyarakat Bangkok yang cukup ramah. Di setiap tempat pasti aku menemukan orang yang negur duluan walaupun menggunakan bahasa Thai dan langsung aku tangkis dengan bahasa Inggris. Anehnya, orang-orang yang aku temui tersebut menganggap tampangku mirip orang Siam ketimbang Melayu. Dan sesekali, aku juga bertemu orang Melayu Thailand seperti di warung ini.
 
            “Bagaimana masakan Thailand?”
            “Aku ga bias pungkiri nasi goring ini lebih enak daripada di Indonesia. Tanpa ada rasa penyedap. Semuanya segar. Apalagi rasa mangga di sini. Best pak.”
            “Oh ya? Kami pakai saos tiram dan kaldu.”
            Nah, itu dia yang buat aku salut. Lidahku yang sensitive sama penyedap, pasti tahu masakan yang pakai penyedap atau tidak. Dan, benar saja masyarakat Thailand mengganti penyedap MSG dengan bahan alami, karena lebih sehat dan memang lebih nikmaaat. 

Setelah sarapan, sekarang saatnya puas-puasin belanja di Chatuchak. Siapa si yang ga kenal Chatucak, pasar akhir pecan yang menjual banyak barang-barang murah meriah. Bahkan di pesawat menuju Bangkok, aku duduk nbersebelahan dengan Wenny dan mamanya, yang memeang akan ngabisin seharian waktu mereka untuuk belanja di Chatuchak bahkan menjadikan chatucak sebagai main destination mereka. Bagi aku si seharian belanja itu buang-buang waktu. Ya.. namnya juga cewek.


Ternyata ga salah Wenny ingin ngabisin waktunya seharian di Chatucak karena all you need to shop ada disini. Harganya, murah kali apalagi kamu yang jago nawar. Bayangkan kacamata hitam dengan kualitas sama yang biassa dijual di MMedan 50.000 an disini Cuma 16.000 an. Buat yang suka bawa souvenir untuk oleh-oleh, udah… ga usah pusing, di sini banyak dijual.

Capek muter-muter Chatucak, kami nyantai dulu di pinggiran kolam Chatucak Park. Hari semakin terik. Keringat berkucur. Tapi petualngan kita belum selesai MAANN! Kita akan ke khaosan untuk ngecek tiket ke Phuket esok hari. Khaosan Road dikenal sebagai tempat ngumpulnya turis-turis, jadi banyak pub, café, hotel, dan pastinya travel agent ke seluruh destinasi wisata Thailand. Dari hasil penelusuran Welcome Travel Agent punya harga yang lebih murah disbanding yang lain. Cuma 650 Bath ke Phuket. 


Jarak antara Khasosan Road cukup dekat.dengan beberapa tempat wisata seperti grand palace, wat po, wat arun, gold mount, dan banyak lagi. Hanya berjalan kaki aku dan nikmat menuju Sanam Luang Park, di depannya ada Grand Palace. Grand Palace cukup ramai. Aku Cuma bias menahan tawa saat melihat turis asal China yang hebring mondar-mandir mencari kawanan tour nya. Tiba –tiba dating tour guide nya ngomel-ngomel pakai bahsa Cina, sambil membawa bendera grup tour, mereka berbaris masuk ke Grand Palace.            


Untuk masuk ke Grand Palace, kamu kudu ngeluarin kocek sebesar 500 Bath. Meskipun Grand Palace itu ikonik, tapi aku ogah masukke dalamnya. Mungkin karena mahal atau karena jibunan turis yang masuk kesana. Mendingan kita cari Wat yang murah meriah, kalau Wat Pho tiketnya 200 Bath, Wat Arun lebih murah bray, 50 Bath doing.

Sebelum sampai di dermaga penyebrangan ke Wat Arun, akan banyak ditemukan pedagang buah di sana. Aku membeli potongan buah naga seharga 50 bath. Thailand juga dikenal dengan Negara yang menghasilkan banyak buah tropis yang rasanya manis dan segar.  Jadi sambil nunggu perahu, asyikin dah makan buah potong.

            Harga perahu menuju Wat Arun Cuma 3 Bath, wong tinggal nyebrang sungai Chao Praya aja, 5 menitan. Sampai di sana kami celingak-celinguk, turis masuk aja tanpa bayar apapun. Save to 50 bath karena ternyata Wat Arun dalam masa pemugaran. Jadi gratis. Aku suka yang gratis-gratis.
            Wat  Arun yang artinya Temple of Dawn punya daya tarik tersendiri dari arsitektur bangunnanya. Arsitekturnya kaya warna, patung-patung di sekelilingnya juga berwarna-warni. Apalagi kalau malam hari, kamu akan melihat gemerlap cahaya yang dipantulkan dari lampu sorot di sekeliling wat. Kalau melihanya dari seberang sungai Chao Praya, aduhh romantic kali bah.
           
 Hujan mulai rintik-rintik, cuaca sekarang memang tidak bias diduga. Tujuan selanjutnya adalah Petchaburi untuk mencari makanan halal yang super enak. Kalau di sekitar sanam luang akan sulit ditemukan. Setelah reda, kami bergegas ke sanam luang park, bus yang menuju Petchaburiakan melintas di sana. Sisa-sisa hujan di Sanam Luang Park menyisakan kkesan syahdu, ciyaella… I’M SERIOUS. Duduk di bangku taman yang di samping kiri dan kanan ada pohon besar ditambahlagi background nya bangunan berdesign eropa, jepret. Jadi deh foto kamu seperti di Eropa bukan di Thhailand. Hehehe…

           
Aku sangat suka pemandangan sisa-sisa hujan, romantic aja. Apalagi dilihat dari dalam bus yang kacanya beruap hujan. Ah, mungkin ini kesenangan pribadi lah. Anyway, sampai di Petchaburi, Kami bertemu dengan Ikhram. Dia seorang mahasiswa asal Pattani yang bekerja di salah satu kedai makanan di depab masjid Darul Aman. Karena perut laper, langsung aja, kami menggiring diri ke kafe di mana Ikharam bekerja.

           
Aku kekeuh mesan Tom Yam Goong, yakin sih rasanya pasti lebih mantap kalau di negera asalnya. Di Indonesia aku demen banget emang makan Tom Yam. Kafe ini punya banyak menu khas Thailand. Mumpung kokinya lagi masak, yuk kita intip gimana cara masaknya. Ternyata gampang kok. Ntar kalau udah sampai di Medan, bias lah kita praktekin.

            Sekali suap, euhhh… segarnya Tom Yam Goong peccah di mulut bray. Food traveler kudu nyoba Tom Yam di kafe ini. Rasa asam nya strong tapi tetap balance sama bumbu lainnya. Udangnya, fresh from the sea. Hahaha…. RECOMMENDED.

            Perut kenyang, solat juga udah, lanjut deh ke destinasi berikutnya. Oh ya, kalau mau cari aman dengan makanan halal, dekat dengan rumah ibadah, dan g a jauh dengan beberapa tempat wajaib kunjung di Bangkok, kamu nginap aja di Petchaburi, banyak juga kok penginanpan yang harganya sekitar 300-400 bath untuk kamar standar. Nuansanya Islami.

            Kami bertiga memutuskan untuk hang out di Thedrodfai Night Market. Honestly, aku ga pernah tau pasar yang satu ini, baca juga ga pernah. Aku yakin aja digiringb sama dua orang ini. Untuk sampai di Teodrodfai membutuhkan waktu45 menit dari PPetchaburi dengan menggunakan bus bernoomor. Lumayan jauh. Dari dalam bus, aku tertarik melihat gedung indah seperti di Eropa, ternyata London Street.
          
          Di Teodrodfai, banyak dijual barang-barang selevel harganya dengan di Chatuchak. Deretan-deretan distro, café yang menyediakan live music, serta kedai streetfood terpampang buat kita yang mau seliweran malam-malam. Muda-mudi Bangkok juga ramai hang out di sini. Dan tetap, saya harus cemburu dengan Tom, yang bias gandeng cewek-cewek cantik. Kalau di Medan ini adalah hala yang langka, LGBT (Lesbi Gay Bisex Transgender) bebas berekspresi di Thailan. Pemerintah juga membebaskan penympangan seksual ini, menurut mereka ini adalah bentuk hak asasi manusia. Okeyla… tapi jangan sampai disikat habis ya cewek-cewek ok di Thailand. Sisain satu.

            Dari kejauhan, akumelihat kerumunan orang yang sepertinya lagi liatlive concert. Benar aja bray… band indie Bangkok ini mungkin memang band yang sering mangkal di salah satu café ini. Lagu yang dinyanyikan itu lagu hip hop bray. Tapi aku benar-benar ga ngerasa itu lagu hi hop yang gahar kalau didengar. Malah seperti lagu tradisonal lawak-lawak. Hahaha… over all, penampilannya menghibur.

            Capek jingkrak-jingkrak liat concert kecil-kecilan, kita nyantai dulu bray. Minum strawberry crushed ice porsi jumbo. Seger banget bah. Cuma 60 bath lagi, cukup untuk berdua. Karena Ikhram lagi asyik milih-milih baju, aku dan Nikmat minum berdua. Don’t worry, we’re straight kok. Biar hemat aja… lagian porsinya jumbo, kami berdua aja akhirnya ga habis. 

            Wuah, seharian ngetrip, capek juga bray. We stop our steps. Go back to home. And sleep well. Hoaaammmm….
           



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

BERJUANG DEMI ILMU (Biografi Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, M.A.).