NGETRIP NGETRIK (DAY 3)



The Thruly Trip (T3)

Hari ini aku akan ngetrip tanpa ditemani Nikmat lagi. Nikmat sudah aktif kuliah Senin ini. Aku berpamitan dengannya. Berat rasanya meninggalkan orang-orang baik di setiap perjalanan. Bus yang dipenuhi mahasiswa dan aku ini kelamaan meninggalkan Nikmat yang berdiri di pinggir jalan.

Bingung mau naik apa dan berhenti dimana, walaupun sudah dijelasin sebelumnya sama Nikmat. Sebenarnya disitu serunya, nyasar, nemuin sesuatu yang unpredictable, mungkin itu yang aku sebut THE TRULY TRIP (T3).

Seperti planning awal, aku langsung menuju Khaosan Road. Di sini banyak berjejer travel agent. Blusukan sampai ke gang-gang café, mungkin kamu bisa dapetin tiket yang lebih murah. Setelah blusukan, tiket paling murah itu ada di Welcome Travel Agent senilai 650 Bath dengan transit di Surathani. Sedangkan tiket di Travel Agent lain berkisar 850 Bath tanpa transit ke Surathani. 

Sebenarnya beli tiket nontransit akan sangat menghemat waktu 2 atau 3 jam. Tapi, ga masalah lah kalau mau nyimpen uang 200 Bath untuk keperluan lain.

Berhubung keberangkatan ke Phuket jam 5 sore, saatnya puas-puasin melipir bray.  Dari Khaosan Road, jalan terus kita akan menemukan Sanam Luang Park. Kali ini Sanam Luang Park lagi ramai turis. Di sudut taman ini, ada sebuah pancuran kecil, di sekitarnya banyak burung-burung. Kalau kamu termasuk orang yang suka dikelilingi “burung-burung”, di sini tempat yang paling tepat untuk merasakan “sensasinya”. Kalau kamu mau dikelilingi dengan durasi yang lebih lama, kamu kudu kasih makan tuh “burung-burung”, ya harus “modal” dong. Kalau aku mah gratisan aja, caranya gini, duduk di dekat turis cewek yang megang makanan burung, pasti ketiban dikelilingi burung-burung juga. Tapi strategi ini ga disaranin buat kamu yang ga punya tampang setampan aku. Hehehe… karena bukan burung-burung aja yang bakal menjauh, tentunya turis cewek itu juga.

Setelah puas main sama “burung”,  aku lanjutin jalan menuju Phra Pin Klao Bridge. Di tengah jalan aku nemuin sebuah mall kecil yang di sampingnya sungai Chao Phraya. Mungkin pemandangan yang tepat untuk nyantai melihat gedung gedung tinggi  di seberang Chao Phraya. Kita lanjut lagi bray, dan kali ini aku menuju sebuah universitas, sebelumnya aka ga tau nama universitas ini, karena papan nama semuanya ditulis Sanskrit (tulisan Thai yang banyak orang bilang agak mirip dengan tulisan Sansekerta).  Universitasnya sepi, nyaman, dan yang buat saya terperangah adalah design interiornya yang unik, bayangin ada taman gede yang berada di dalam gedung tingkat 6. 

Setelah menulusuri beberapa lantai ternyata universitas yang aku masuki itu adalah Tammasath University. Universitas ini juga berada di samping sungai Chao Phraya. Pas mantep, kantinya di pinggiran sungai, ada tiga mahasiswi yang lagi ngobrol. Biar seru, samperiiin ya!

           Namanya jalan-jalan, ga lengkap kalau ga nyasar. Meskipun banyak peta di trotoar jalanan di Bangkok, sumpah bagiku masih juga sulit menemukan jalan yang aku tuju. Jari telunjukku menelusuri jalanan di peta menuju Gold Mount. Ada dua orang turis cewek bule yang gengsi nanya tapi diam-diam ngikutin (bukan nguntitin), nampaknya mereka juga nyasar. Berharap aku menemukan jalan menuju ke Gold Mount. Setelah berkucuran air keringat dan merasa diikuti turis Eropa yang cantik-cantik. Akhirnya… Ugh… aku belum juga menemukan jalan yang tepat allisa masih nyasar.

Nasib dua turis eropa tersebut gimana? Karena capek mengikutiku dan sepertinya mereka mulai ragu, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ketika aku memutuskan duduk di sebuah bangku pemberhentian bus.
           
Ayo… kita lanjut lagi bray. setelah berjalan hampir tiga puluh menitan, aku menemukan sebuah jalan yang gedung-gedungnya berciri sino portugis. Di samping sebuah taman yang bernama Santi Chai Phrakan Park terdapat benteng peninggalan koloni yang sudah lusuh, Phra Sumen Port. Taman ini juga banyak pepohonan, di sampingnya sungai Chao Phraya, sesekali kita bisa bertemu dengan tupai-tupai yang memiliki tingkat keberanian tinggi untuk mendekati manusia. Jadi kita nyantai motret-motretin tupai-tupai itu. Mungkin tupai di sini suka selfie. 

 Namanya juga solo backpacker, apa-apa sendiri, termasuk foto. Ga sulit la, gunain aja timer 5 seconds dan buruan pasang gaya cool, then jepret jadi pastinya foto kamu yang mungkin saja kepala kamu ga keliatan. Ulang lagi ya!
Nyantai-nyantai dulu di taman ini, setelah peluh hilang, come on, man! Kita muter lagi. Jurus terakhir kalua sudah nggak kuat jalan mending nanya deh dimana letak Gold Mount.
“Arrun Sawad! Sawaddi Krab, tell me how can I get Gold Mount, please!”
“Krab… Gold Mount. &*^*&*%$%^*^**(&^&&*,” kata seorang pedestrian local.
“Ampun dah. English please”
“No.. No… ha…. &*&*&(*(**(*(**&*&.” Lalu muncullah seorang cewek penjaga tokO yang mirip dengan aktris pemain Timeline. I GOT IT.
Ternyata Gold Mount itu berada di nggak jauh dari Khaosan Road. Sekitar 1 kilometeran. Sebelum menjejaki ratusan anak tangga untuk menuju ke kuil yang ada di puncak, sebaiknya istirahat dulu di taman dekat loket masuk. Kamu akan nemuin air spray dari atas kanopi yang dikelilingi tumbuhan jalar, ini memang disediakan untuk relaksasi pengunjung.

Tiket masuk cuma 15 Bath. Dan mari mendaki. Sepanjang jalan aka nada saja yang kita lihat, patung-patung, gong-gong, dan pastinya lanskap Bangkok dari ketinggian. Di kamu kudu jaga sikap, meskipun kuil ini dapat dimasuki untuk umum tapi jangan samapai merusak kesakralannya demi memuaskan hasrat selfie kamu.
Kubah emasnya megang pokoknya, asli emas lagi. Biasanya umat Budha yang berdoa akan mengelilingi kubah ini, lalu berhenti di deretan gong yang harus mereka pukul sebelum berdoa. Aku tepat berada di pojokan kuil nikmatin wifi dan unggah foto tentunya, ngasih kabar ke keluarga dan teman-teman bahwa AKU MASIH HIDUP. 

Yap, kuil dengan layanan wifi, di sini aku bingung, untuk apa sebenarnya wifi di atas kuil dengan ketinggian 300 meteran. Ga usah dipusingin dah. Mending nikmatin langskap Bangkok dari sini. Wuiihhhh… 

Karena perut udah kerencongongan, padahal pagi tadi udah makan sarapan banyak dibelikin Nikmat. Nasi ayam goring porsi double, sebenarnya ya nggak porsi double tapi setelah 2 harian di Bangkok angak mikir kalua di sini porsi makanan untuk satu orang itu seperti porsi makanan 1,5 porsi di Indonesia. (ingat pendapat yang satu ini tanpa lisensi ilmiah). Kembalilah daku ke Khaosan Road lagi.
Khaosan Road menjelang sore akan padat. Banyak café outdoor menutpi sepanjang jalan. Katanya ada sih, warung nasi halal di sini, tapi aku nggak berhasil nemuin. Kalau makan KFC atau McD, aku juga ragu itu halal atau haram. Dari pada makan yang subhat seperti itu, sebaiknya nggak usah makan dah. Trik selanjutnya, ngisi perut pakai buah potong.
Bulan Juni-Juli itu musim buah di Thailand. Umumnya berasal dari Chiang Rai. Kualitas buah di Thailand itu memang OK lah. Pantas aja, Bangkok identic melekat di akhir nama buah, misalnya papaya Bangkok, durian Bangkok, manga Bangkok, banyaklah. Aku seliweran di pasar buah kecil di seberang Wat Arun. Buahnya kualitas super dah. Akhirnya 1 cup manga dan red dragon fruit kita gasak, my man. Beneran, kenyang.  Harganya 1 kemasan cuma13 bath plus air mineral ukuran gede 8 bath siap diajak melancong ke Phuket.

Jam 5 kurang saya kembali ke travel agent di Khaosan Road, ngobrol-ngobrol soal paket ke Chiang Rai dan ke Siem Riep, nggak jauh beda harganya sama ke Phuket. Next time, dari Bangkok kita juga bias jelajahin dua tempat itu.

Rintik-rintik hujan mengakhiri perjalananku di Bangkok. Bus yang terdiri dari dua lantai dan berfasilitas lumayan lengkap ini hanya berisi sedikit penumpang. Sepi.  







Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

BERJUANG DEMI ILMU (Biografi Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, M.A.).