Belajar dari Negeri Singa
(Catatan Perjalanan Hari Ketiga dan Keempat
Jelajah
Malaysia & Singapura)
Saya tidask pernah bermimpi
untuk menginjakkan kaki ke negeri mungil ini. Merlion, Esplanade, Marina Sand
dan sejuta keindahan bangunannya mampu menyihir orang-orang untuk menjelajahi
Singapura termasuk saya. Sebenarnya bukan gedung-gedung itu saja yang membuat petualangan ini merona, tapi gaya hidup masyarakatnya juga.
Merlion Park |
Setelah satu harian menikmati kota
Kuala Lumpur, Malaysia, di hari ketiga
saya pergi menuju Singapura dengan bus yang low
cost. Negara ini ternyata bisa ditempuh sekitar 6 jam perjalanan dari Kuala
Lumpur dan kudu transit di daerah paling selatan Malaysia yakni Johor Bahru.
Kedua negara ini dihubungkan oleh jembatan yang tidak begitu panjang, lebih
panjang jembatan Suramadu Indonesia disebut The Causeway.
Untuk memasuki wilayah Singapura
saya harus melewati dua tahapan pemeriksaan paspor, pertama di wilayah Johor
Bahru untuk pemeriksaan keluar dari negeri Malaysia dan kedua di Woodlands Check
Point untuk memasuki wilayah Singapura. Bus yang Anda tumpangi akan menunggu. So, don’t be afraid the bus leave you.
Saat menuju ke petugas pemeriksaan
paspor, saya dikagetkan dengan adegan orang-orang Singapura yang berjalan
begitu cepat, bahkan ketika mereka menaiki eskalotor pun, mereka berjalan
melangkahi anak tangga berikutnya. Sepertinya saya harus mengikuti kebiasaan
mereka ini kalau tidak saya bisa ngantri lama di barisan akhir. Mereka sangat
menghargai waktu.
Bus berhenti di daerah Keranji, lalu
saya melanjutkan perjalanan ke daerah Bugis dengan menggunakan MRT (Mass Rapid
Transportation). Wah, MRT mereka bersih, cepat dan ada pendingin udaranya. MRT
menjadi transportasi andalan masyarakat Singapura untuk mendukung mobilitasnya.
Bahkan untuk penduduk yang memiliki mobil pribadi sekali pun. Punya mobil
pribadi, kenapa harus pakai MRT segala ya? Begitulah Singapura, sangat peduli
dengan ketertiban lalu lintas sehingga waktu jalan mobil juga diatur. Misalnya,
plat mobil berwarna merah hanya bisa dikendarai pada jam 7 sore hingga 7 pagi
waktu Singapura, bahkan dalam satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki satu
buah mobil, tidak boleh lebih.Kalau melanggar peraturan akan mendapat surat
denda dari pihak yang berwenang.
Masjid Sultan |
MRT melaju super-duper cepat, dari
utara ke selatan Singapura hanya membutuhkan waktu 20 menitan. Jika ingin
berputar-putar menjelajahi setiap pelosok Singapura pun tak perlu
berminggu-minggu. Dua hari cukup lah. Akhirnya saya sampai di Bugis, Bugis
adalah nama tempat di Singapura. Ada tiga hal yang menarik di sekitar Bugis
Street. Pertama, Masjid Sultan di kampung Glam. Masjid ini merupakan masjid
yang pertama dibangun ditanah Singapura. Konon wilayah di sekitar masjid
dijadikan tempat beraktivitas orang Jawa dengan orang Arab.
Kedua, Bussorah Street. Jalanan ini
dipenuhi oleh komunitas bangsa Arab. Mayoritas dari mereka menjajahkan dagangan
souvenir. Alhasil, hasrat untuk hunting
the souvenir with the ceapest price pun bergejolak. Selusin mainan kunci,
tas dan hiasan dinding siap dibungkus. Terakhir Bugis street. Tempat ini memang
pusat perbelanjaan oleh-oleh. Tapi, harganya lebih mahal ketimbang di Bussorah
Street.
Esplenade |
Perjalanan saya lanjutkan dengan
jalan kaki menuju Esplanade. Jika Anda seorang petualang, selain nekad
amalkanlah resep ini: “Tanya dan Terus Bertanya”. Orang Singapura lebih
terlatih untuk berbahsa Inggis, dengan bermodalkan skill yang pas-pasan, saya
bertanya dengan bahasa yang diakui mereka sebagai bahasa nasional. Di tengah perjalanan,
saya melihat landmark of heritage-nya Singapura, Tugu Civilian War Memorial.
Ternyata Esplanade tidak jauh lagi.
Gedung yang kerap dijadikan lokasi pertunjukan teater dan musik ini memiliki
keunikan tersendiri. Di bagian atas Esplenade berbentuk durian. Unik. Saya
terus menelusurinya hingga di lantai teratas. Oh my God... awesome. Sumpah keren banget. Dari atas Esplenade, saya bisa melihat Merlion dan Marina
Sands Building yang di tengahnya terhampar dibatasi Marina Bay.
Setelah
puas menjelajahi setiap lantai Esplanade, saya bergegas menuju Merlion. Patung Singa berbadan ikan ini memiliki
sejarah silam Singapura. Kepala singa melambangkan singa yang terlihat oleh
Pangeran Sang Nila Utama ketika ia menemukan kembali Singapura di tahun 11 M,
seperti yang termaktub dalam “Sejarah Melayu”. Sedangkan ekor ikan melambangkan kota kuno Temasek (berarti
“laut” dalam bahasa Jawa), nama Singapura sebelum pangeran menamakannya
“Singapura” (berarti “Kota Singa” dalam bahasa Sansekerta) dan juga
melambangkan awal Singapura yang sederhana, yaitu sebagai perkampungan nelayan.
Ke Singapura tidak afdhol kalau
belum berfoto bersama Singa yang berbadan ikan yang tak henti-hentinya
memancurkan air dari mulutnya. Di seberang Merlion terlihat Marina Sands yang
teridiri dari tiga gedung dibagian atasnya terdapat bangunan yang menyerupai
kapal yang ditopang oleh tiga gedung tersebut. If I were rich man, I would stay there.
Marina Sands |
Jalan dan jalan lagi, tapi di setiap
kaki ini melangkah pasti ada saja hal menarik yang saya temukan. Seperti ketika
saya melanjutkan perjalanan ke Orchard Road naik MRT dari Raffles City. Suddenly, I saw Singapore River, so
romantic. Gemerlap cahaya lampu dari setiap gedung di sekitarnya memantul-matul
di sungai itu. Ada sebuah taman di sana, tempat berkumpul para petualang
seperti saya sepertinya. But, hungry.
Buru-buru deh beli ice cream raspberry yang diselimuti
wafer renyah. Mmm... yummy.
Orchard Road |
Banyak Self Service di Singapura,
termasuk membeli tiket MRT. Ini cara yang digunakan agar semua kegiatan
berjalan dengan cepat. Pencet saja lalu masukkan uang, dan tiket pun keluar.
Lalu pergi ke tempat tujuan. Tujuan saya selanjutnya adalah Orchard Road.
Sepertinya saya salah kostum, terlalu gembel untuk sekelas orang-orang yang
lalu lalang di sekitar Orchard Road. Orchard Road dikenal sebagai pusat fashion
di Singapura. Banyak produk-produk internbational Brand dijual disini. Saya
Cuma liat-liat saja, tanpa cek harga karena produk-produk Vinci, Gucci, Hermes
dan sejenisnya pasti mencapai ratusan bahkan ribuan dolar Singapura. Selain
Tertib, ternyata orang Singapura juga fashionable,
international class lagi.
Lelah jalan-jalan dari pagi sampai
malam begini. Saya putuskan untuk menyudahi perjalanan ini. Tapi, saya mau
nginap dimana ya? Gawat. Triiinnngggg... saya menemukan ide. Di bus menuju
Keranji saya berkenalan dengan petugas imigrasi Singapura, Zainuddin namanya. Dia
memberi nomor ponsel sekaligus memberi tawaran kalau dia bersedia membantu jika
ada masalah. Kriiiinnngggg.... akhirnya ponsel yang saya pinjam dari penjaga
masjid Sultan terkoneksi dengan ponselnya. Dan Zainuddin yang baik hati datang
menjemput saya dengan sedannya yang mulus. Dalam perjalanan menuju rumahnya
saya banyak bercerita dengan orang melayu asli Singapura ini. Tentang
perkembangan agama Islam yang dulu disebarkan oleh wali (kalau di Indonesia
dikenal wali songo), sejarah Singapura yang dijajah Jepang, dan termasuk
kepercayaan segelintir penduduk asli Singapura yang percaya dengan tenung dan
praktek persekutuan dengan jin. Bayangkan negara semodern ini juga masih ada
percaya dengan hal seperti itu. Menurut analisa Zainuddin, Singapura itu banyak
kemiripan dengan Indonesia dari karakteristik geografis dan sejarahnya.
Jalan-jalan Malam di Daerah Ini |
Zainuddin membawa saya ke Mount
Faber, dari bukit ini dapat dilihat
sebagian wilayah Singapura bahkan Tanjung Balai Karimun juga terlihat. Penataan
Kotanya sangat rapi. Kemudian ia mengajak saya ke Labrador sebuah pantai yang
indah, tapi sayang kami datang sudah larut malam. Coba saja kalau masih senja
pasti suasana lautnya terasa. Saya menemukan buah yang unik. Zainuddin tanya,
buah itu saya petik tidak. Karena buah milik kerajaan itu tidak boleh dipetik
sembarangan, ada undang-undang yang mengaturnya. Untung saja saya dapat buah
yang jatuh di tanah, kalau tidak saya bisa didenda. Oh ya, di setiap jalan di
Singapura terdapat kamera pengintai, tidak perlu banyak polisi untuk menintai
setiap gerak-gerik penduduknya. Termasuk saat Zainuddin mendapat panggilan dari
ponselnya, ia tidak menjawab karena menggangkat ponsel saat mengendarai mobil
juga melanggar peraturan.
Changi Airport menjadi tujuan
selanjutnya, selain melihat luasnya bandar Singapura ini, di luar bandara
internasional ini, terdapat taman di pinggir laut. Siap-siap menyantap roti
prata, roti India plus kuah kari sebagai cocolannya. Masakan di Singapura juga
beragam, seberagam penduduknya: Melayu, Cina, India, Eropa, dan banyak lagi. Lalu
saya diajak ke rumah Zainuddin. Petualangan di Singapura malam itu berakhir
dengan tidur pulas.
Siang hari saya memutuskan untuk
kembali ke Malaysia, untuk menjelajahi negeri jiran yang satu ini. Singapura
begitu istimewa tidak hanya keindahan alam dan gedung-gedung pencakar
langitnya. Kehidupan masyarakatnya yang modern dan sangat disiplin terhadap
aturan menjadi oleh-oleh berharga.
cerita di Singapur ini ya yg kamu masukin dalam antologi Storycake for Backpacker...?
BalasHapusyah nggak lah dee...
BalasHapusseru banget cerita jalan2nya..
BalasHapusbtw, org singapore pake bhsa apa? inggris ya?
bahasa inggris yanti.
BalasHapus