It’s Heaven!

Setiap tempat di dunia ini diciptakan Tuhan dengan keindahan tersendiri. Terkadang, tempat-tempat itu mampu menyihir kita, hingga kita menyangka mereka itu surga.

Bagi anak muda Medan yang suka pelesir, jangan bilang suka berpelesiran kalau belum pernah mencicipi sensasi destinasi wisata yang pamornya akhir-akhir ini lagi naik daun. Beragam keunikan wisata laut tersuguh gratis di sana. Meski kerap dikatakan angker, pulau ini tetap menawan. Pulau Berhala namanya.

Berlagak Keren di Pulau Berhala
Pagi cerah bertemankan angkot 72, aku dan teman-teman akhirnya dapat berkata “Pulau Berhala, we’re coming”.
Bawah Laut Pulau Berhala Emang Eksotis
Perjalanan menuju ke sana cukup memacu adrenalin kaula muda seperti aku. Bagaimana kok bisa memacu adrenalin?  Cek saja peta navigasi, kita dapat melihat Pulau Berhala berada di titik ekstrem zona terluar Sumatera tepat di tengah Selat Malaka. Hal ini lah yang membuat sebagian pelancong akan merasa keren jika berada di sana. Ditambah lagi Pulau Berhala masih berada di kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, sebagai orang Sumatera Utara, kami jadi merasa beruntung karena Sergai punya objek wisata tidak kalah dengan Belitung.
Untuk mencapai Berhala kami menempuh perjalanan darat dan laut. Perjalanan darat dari Medan ke Simpang Bedagai memakan waktu 2 jam. Tidak jauh dari Simpang Bedagai, angkot kami masuk lagi ke perkampungan nelayan. Jangan heran jika tiba di pelabuhan yang terlihat hanya kapal kayu nelayan yang biasa dipakai melaut untuk mencari ikan. Kapal inilah yang akan mengantar sampai di Pulau Berhala dikarenakan belum ada angkutan khusus ke sana.
Kapal nelayan punya muatan 30 orang dalam sekali jalan. Karena perjalanan jauh dan memakan waktu 4,5 jam, kapal tidak akan pergi jika tidak menyampai kuota penumpang, kecuali kita sewa khusus untuk rombongan kita.
Lumayan ciut juga melihat perjalanan hanya ditemani kapal nelayan, tapi ternyata laut bersahabat dengan angkutan ini. Akhirnya kami menginjak pasir putih Berhala saat hampir petang.

Panorama Pulau Berhala dari Sokong Nenek
Begitu melangkahkan kaki ke dermaga, ada gapura Selamat Datang. Tak segan kami langsung berlari ke arah gapura sambil bergaya dan mengatakan “cheeesss” di depan kamera sebagai tanda pernah berlibur di pulau ini.
Selesai berfoto, kami pun diberi sambutan hangat oleh beberapa marinir yang memang ditugaskan memandu setiap pelancong yang datang. Dimulai dari ucapan selamat datang sampai dengan aturan-aturan menggunakan fasilitas yang ada di Pulau Berhala. Maklum, Pulau Berhala hanya dihuni dan dijaga oleh TNI, Maritim serta Petugas Navigasi, jadi mereka sangat bertanggung jawab terhadap kenyamanan dan keselamatan pelancong.
Pulau Berhala memang memiliki keeksotisan melalui pasir putih dan batu-batu besarnya. Tak sedikit pelancong yang menjadikan Pulau Berhala sebagai lokasi pengambilan gambar. Di bibir pantainya pun pelancong bisa menggunakan pelampung dan kaca mata air alias snorkeling untuk melihat keindahan biota lautnya. Karena sebagian besar dari rombongan kami memiliki hasrat yang tinggi untuk bermain air, begitu mendapat kamar untuk meletak barang-barang, bibir pantai pun menjadi fokus kami.
Bibir pantai seketika dirubungi orang-orang dari rombongan kami. Ingin tahu bagaimana rasanya melihat pemandangan biota laut, kami celupkan sesekali kepala ke arus yang lumayan tenang, mata kami melotot kesana-kemari mencari ikan—ikan karang di balik koral sambil menahan napas. Ajaibnya koral dan ikan-ikan kecil lainnya mampu mengalihkan salah satu dari kami yang awalnya takut nyebur jadi ketagihan.
Selain Pasir Putih, Bebatuan Besar Banyak di Pulau Ini
Saat itu Pulau Berhala sedang dikunjungi 190 pelancong. Jumlah ini lumayan memadatinya. Pulau ini memang belum dilengkapi fasilitas resort, namun pelancong dapat menyewa barak marinir sebagai tempat istirahat. Biasanya kedatangan setiap pelancong telah diketahui marinir setempat sebelumnya, agar semuanya mendapat jatah ruangan kalau tidak terpaksa harus tidur di pantai. Untungnya kedatangan kami terdata, kami dapat jatah dua kamar. Keduanya diisi kaum hawa. Maklum jumlah wanita lebih dominan ketimbang pria. Dan pria-pria tidur berselimutkan langit malam berhala.
Sekedar foto dan snorkeling saja tidak cukup, malamnya kami ditawari untuk melihat penyu bertelur. Pukul 12 malam ke atas biasanya penyu-penyu naik ke pantai untuk bertelur kata Darma, salah seorang marinir. Tapi sayang sekali selang beberapa menit sebelum sampai di lokasi, Darma bilang penyunya sudah pergi lagi karena tadi sudah terganggu dengan kedatangan pelancong lain yang berfoto-foto. So, kami hanya melihat bekas galian telur penyu. Tapi kata Darma kami masih bisa lihat Tukik (anak penyu) di dapur umum marinir yang tersisa. Dan aktivitas ini menutup petualangan kami di hari pertama ini.

Atraksi-atraksi Menakjubkan

Langit gelap kian menjingga. Suara burung-burung membangunkanku. Dengan wajah kusut, aku melangkahkan kaki menuju dermaga.
Di ujung dermaga, banyak nelayan sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing di atas kapal mereka. Dan aktivitas yang paling menarik perhatianku adalah memancing. Nelayan-nelayan yang kapalnya kami sewa ini, memancing tanpa menggunakan joran, hanya benang dan kail yang disangkuti umpan udang atau cumi potong.
Sebelum ritual memancing dilakukan, Edi, seorang nelayan menaburi nasi di laut supaya ikan-ikan berkumpul di satu titik. Lalu, kail siap dilemparkan ke dalam laut yang sudah dirubungi ikan-ikan karang.
Ikan pertama yang berhasil diangkat ke atas adalah Kerapu. Kata Edi, ikan yang secara fisik meyeramkan ini memiliki cita rasa yang enak, tak jarang restoran-restoran ternama menjadikannya menu andalan. Yang kedua, ikan Sirip-sirip. Ikan ini bertububuh lebar menyerupai ikan Bawal, dengan warna kebiru-biruan.
Aku mencoba memancing, sayangnya tak satu pun ikan kutangkap karena teknik memancing ikan-ikan karang itu berbeda dengan memancing ikan di sungai. Akhirnya, aku menyerah.
Edi kembali memancing, dan berhasil mengangkat ikan Dayan, ikan berwarna biru tua, yang bagian kepalanya dipenuhi garis-garis jingga. Kata Edi, “Malaysia ngambil pulau datuk karena ikan dayan ini.” Pulau Datuk adalah pulau terluar Indonesia yang berada di Selat Malaka. Kondisi pulau tersebut juga memiliki kekayaan alam yang sama dengan Pulau Berhala.
Selesai bermancing ria, sebagian anggota kelompok kami memilih menapaki 777 anak tanggak menuju Menara Navigasi. Panorama Pulau Berhala, Sokong Nenek, dan Sokong Simbah yang dikelilingi birunya air laut semakin indah dilihat dari atas menara tersebut. Sedangkan kami, snorkeling lagi. Aku kembali berkumpul bersama teman-temanku untuk menyisiri pantai yang dipenuhi koral-koral indah. Kami dibuat takjub lagi oleh keindahan bawah laut Pulau Berhala.
Teripang Itu Bulat Panjang dan Berlendir
Teripang cukup banyak ditemukan di sini. Beberapa negara, salah satunya Korea Selatan, sudah memanfaatkan teripang sebagai sumber protein. Meskipun beberapa wilayah di Indonesia sudah mengelola Teripang, tapi sepertinya belum gencar dilakukan di Pulau Sumatera.
Biota laut lainnya yang kami temukan adalah Bulu Babi. Hati-hati, hewan berbentuk bola hitam berduri ini mengandung bisa diujung durinya. Penasaran dengan Bulu Babi, kami mencoba menariknya keluar dari sela-sela koral. Sayangnya, ini tak berhasil, hanya duri-duri bulu babi yang menancap di lengan kami.
Kami semakin menjauhi bibir pantai, koral-koralnya semakin beragam. Seperti bunga yang hidup di dalam air. Tiba-tiba sekawanan ikan yang berukuran cukup besar melewati kami, sebuah atraksi yang menakjubkan. Di tambah satu suguhan lagi, ikan-ikan kecil warna-warni yang malu-malu bersembunyi di sela-sela karang.
Ternyata arus air semakin deras di pagi menjelang siang ini. Darma mengingatkan kami untuk selalu waspada. Sesekali kami terbawa arus air laut, kami berpegangan erat dengan koral. Walhasil beberapa koral rusak. Sadar perbuatan ini salah dan resiko hanyut cukup besar, kami menyudahi aktivitas ini.
Belum puas bermain di pantai, kami menyewa perahu karet marinir untuk mengelilingi pulau yang luasnya 2,6 Ha itu. Sensasi ber-banana boat belum seberapa ketimbang naik perahu karet. Ombak-ombak laut menggunacang-guncang tubuh kami. Kami semakin erat memegang tali agar tidak kecebur di laut. Teriakan-teriakan kencang pun membahana. Benar-benar seru.
Air laut semakin pasang. Sudah waktunya untuk meninggalkan pulau eksotis ini. Para TNI mengucapkan selamat jalan buat kami.
Petualangan mengarungi laut kembali mengacu adrenalin kami. Ditemani ombak yang menggoyangkan kapal, Edi mengajak kami untuk membakar ikan Koti, yang masih sejenis Pari dengan ukurun mungil dan merebus kepiting laut.
Mmm... Lezat. Saat menyantap sea food, sekawanan ubur-ubur menari-nari di permukaan laut. Bagai beratraksi menyambut kedatangan kami di tengah laut. Lalu, kami menolehkan pandangan ke belakang, pulau berhala, surga itu,  tinggal siluet.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ISLAM DI NEGERI NONMUSLIM (Biografi Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)

Jejak Sukses Pecinta Buku (Biografi Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, M.A.)

Keliling Pulau Samosir dengan Bus Mini